Ketidakseimbangan dan ketidakadilan subsidi
Subsidi energi merupakan salah satu beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah Indonesia. Pada 2017, Indonesia telah menghabiskan Rp 77,3 triliun untuk subsidi energi atau 4,4 persen dari pendapatan negara.
Subsidi yang diberikan oleh pemerintah menyebabkan tarif untuk energi fosil lebih murah, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
Adapun energi terbarukan masih memiliki tarif lebih mahal karena biaya investasi teknologinya yang tinggi. Hal ini menyebabkan energi terbarukan sulit bersaing dengan energi fosil yang masih disubsidi.
Pemerintah telah menetapkan mekanisme feed in tariff untuk mendorong penggunaan dan instalasi sistem energi terbarukan.
Mekanisme ini mewajibkan perusahaan utilitas mayor (semacam PT PLN) untuk membayar suatu tarif listrik yang dihasilkan dari sumber energi terbarukan, di mana tarif ini maksimal 85 persen di atas biaya produksi produksi (BPP) dari bahan bakar fosil.
Namun, belum ada mekanisme yang jelas mengenai siapa yang akan menggantikan biaya tambahan yang dikeluarkan oleh PLN untuk membeli listrik dari produsen energi terbarukan.
Apabila biaya ini dibebankan kepada masyarakat, biaya untuk listrik dari energi terbarukan akan tetap mahal dan tetap sulit bersaing.
Sebaiknya, tarif yang diberikan pada produsen listrik dari energi terbarukan ditetapkan setinggi-tingginya agar menarik para investor.
PLN juga perlu mendapat jaminan bahwa biaya tambahan yang akan dikeluarkan akan ditanggung oleh pemerintah.
Penetapan tarif kepada masyarakat juga mesti disesuaikan dengan kondisi kemampuan masyarakat, tarif listrik lebih tinggi diberikan kepada pengguna yang lebih besar.
Hal ini akan mendorong pengguna listrik skala besar untuk menggunakan energi terbarukan dari solar PV sehingga mengurangi konsumsi listrik yang berasal dari PLN.
Keterbatasan investasi
Masih sangat sedikit investasi untuk riset dan pengembangan teknologi terbarukan yang diberikan oleh pemerintah. Ketersediaan material penelitian, prasarana, dan sarana penelitian masih sangat terbatas.
Selain itu, hanya sedikit staf PLN yang memiliki kemampuan tentang energi terbarukan untuk diimplementasikan dalam skala besar.