Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah 2 Bulan Program AEoI, Petugas Bisa Lacak Wajib Pajak Nakal

Kompas.com - 31/08/2018, 05:17 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan petugas pajak belum bisa langsung memanfaatkan data dari program Automatic Exchange of Information (AEoI) atau pertukaran informasi perpajakan.

Padahal, Indonesia akan menerapkan AEoI mulai bulan September 2018 sehingga Wajib Pajak nantinya tidak bisa lagi menyembunyikan harta dari para petugas pajak.

"Belum bisa dipakai petugas pajak, karena datanya kan ada yang sudah NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), ada yang belum, jadi harus kami olah dulu," kata Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi DJP Iwan Djuniardi saat ditemui di Ritz Carlton Ballroom Pacific Place, Kamis (30/8/2018).

Menurut Iwan, waktu untuk mengolah data yang diperoleh dari program AEoI berkisar dari satu sampai dua bulan. Meski butuh waktu untuk mengolah data-data tersebut, Iwan memastikan sistem informasi teknologi (IT) di internal DJP sudah memadai untuk ikut pertukaran informasi perpajakan secara internasional ini.

"Dua bulan setelahnya lah (baru bisa dimanfaatkan)," tutur Iwan.

Persiapan Indonesia untuk ikut serta dalam program AEoI sudah berlangsung sejak tahun lalu. Ada proses penilaian yang diadakan oleh panitia penyelenggara AEoI. Beberapa indikator yang digunakan di antaranya regulasi internal DJP, kesiapan sarana dan prasarana sistem IT, legislasi peraturan domestik, serta pemenuhan aspek kerahasiaan dan keamanan data perpajakan.

Sebelum mengikuti penilaian tersebut, DJP juga telah mempersiapkan diri dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 dan 73 Tahun 2017. Sejumlah regulasi itu jadi pendukung untuk mengimplementasikan program AEoI.

Setelah AEoI diterapkan, harapannya petugas pajak tidak lagi kesulitan mencari Wajib Pajak yang disinyalir menyembunyikan hartanya di luar negeri atau negara suaka pajak (tax haven). Wajib Pajak yang berbuat demikian bertujuan agar tidak membayar pajak sesuai dengan jumlah harta yang sebenarnya dia miliki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com