Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rhenald Kasali
Guru Besar Manajemen

Akademisi dan praktisi bisnis yang juga guru besar bidang Ilmu manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Sejumlah buku telah dituliskannya antara lain Sembilan Fenomena Bisnis (1997), Change! (2005), Recode Your Change DNA (2007), Disruptions, Tommorow Is Today, Self Disruption dan The Great Shifting. Atas buku-buku yang ditulisnya, Rhenald Kasali mendapat penghargaan Writer of The Year 2018 dari Ikapi

Orang-orang Kaya yang Mengaku Hidupnya Makin Sulit

Kompas.com - 31/08/2018, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com — Sambil senyum-senyum saya membaca keluh kesah kawan-kawan saya. Meski hidupnya enak, rumah besar, ada mobil, pesta pernikahan anaknya wah, bahkan ada yang memelihara hewan-hewan mahal, tetapi tak semua merasa makin kaya. Perhatian saya justru pada teman-teman yang “merasa makin miskin.”

Well, tak ada yang mengatakan kini kehidupan jauh lebih enak. Namun, ada konsekuensi dari keinginan kita yang menuntut perubahan, apalagi ini era disrupsi. 

Di sisi lain, saat tatanan ekonomi dunia chaos, selalu ada energi besar yang memicu kreativitas, bahkan mencuri kemenangan. Persis seperti tim Indonesia dalam Asian Games 2018 ini. Sometimes you win and sometimes you learn.

Kembali ke kawan-kawan tadi. Dalam WA grup. Sama seperti Anda, kami juga membahas segala “kesulitan." Tapi belakangan saya sering bertanya, orang kaya, kok merasa hidupnya susah?

Suka Mengatasnamakan Rakyat

Akhirnya saya mulai sungguhan melakukan riset. Persis seperti waktu kuliah S-3. Saya kelompokkan mereka berdasarkan tempat tinggal dan simbol-simbol kekayaan yang mereka pamerkan.

Saya juga menelisik apakah mereka punya "calling" sosial atau tidak, semisal kontribusi dalam pendidikan, kesehatan, atau pembinaan anak-anak muda yang motifnya bukan kekuasaan atau kelompok identitas, melainkan yang altruistik, dengan ketulusan.

Saya lakukan analytics kata-kata kunci yang sering sekali mereka ucapkan. Memakai semacam big data.

Ternyata kata-kata negatif, benci pada keadaan, justru banyak dikeluarkan oleh mereka yang hidupnya, maaf, kering-kerontang atau yang terbiasa mengedepankan identitas kelompok. Padahal, sekali lagi, mereka tidak miskin.

Sayangnya, mereka juga mudah dihasut kebencian, padahal Tuhan sudah pernah memberi kesempatan sebagian mereka untuk berkuasa menjadi pejabat atau pemimpin.

Dan yang lebih menarik lagi, mereka yang merasa hidupnya tambah susah itu, selalu terkait dengan kata “rakyat.”

Maksud saya, mereka sering sekali mengatasnamakan rakyat. “Rakyat hidup semakin sulit,” “harga-harga yang harus dibayar rakyat terus melambung,” “daya beli turun.” Dan akhirnya “Rakyat di desa hidup merana, pekerjaan sulit.”

Mereka membuat rakyat merasa lebih susah, padahal rakyat yang dimaksud itu harus diajarkan keluar dari perangkap kepindahan (the great shifting), supaya usahanya kembali pulih dan ekonomi tumbuh lebih tinggi lagi.

Setiap kali melihat "rakyat susah" mereka ikut susah, tetapi hatinya tak tergerak sama sekali untuk mengulurkan bantuan, selain kata-kata.

Sementara teman-teman saya yang justru berjiwa sosial, tidak sekalipun mengatasnamakan rakyat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com