Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BUMDEs Didorong jadi Sub-Penyalur BBM

Kompas.com - 05/09/2018, 11:39 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com - Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa berharap sub-penyalur bisa berperan untuk membantu mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan akibat jauhnya jarak menuju SPBU.

Paling tidak, setiap desa memiliki satu sub-penyalur untuk memenuhi konsumsi BBM warga setempat.

"Maunya kita minimal satu desa, satu sub penyalur. Jadi kalau ada 75.000 desa, ya semua ada," ujar Fanshurullah di Pontianak, Selasa (4/8/2018).

Fanshurullah mendorong masyarakat, terutama yang memiliki badan usaha milik desa untuk menjadi sub penyalur. Nantinya bupati setempat akan mengeluarkan surat keterangan soal volume dan ongkos angkut dari penyalur ke sub penyalur. Selain itu, ditentukan juga daftar penerima BBM dari sub penyalur.

"Sub penyalur untuk konsumen pengguna akhir, bukan dijual lagi ke pengecer," kata Fanshurullah.

Fanshurullah mengaku pernah mendapat laporan ada sub penyalur yang ketahuan menjual BBM ke pengecer yang jelas-jelas ilegal. Akhirnya izin sub penyalur itu dicabut.

Fanshurullah mengatakan, penyalur di Indonesia totalnya hanya 7.250. Angka tersebut dianggap belum ideal karena daerah 3T belum dapat menikmati BBM satu harga. Hal ini karena masih adanya ketergantungan pengecer yang mematok harga lebih tinggi. Sementara itu, investor kurang berminat membangun SPBU di kawasan terpencil.

"Maka solusinya mesti ada sub-penyalur. Skalanya lebih kecil yang menjamin ketersediaan BBM subsidi di seluruh wilayah desa, kecamatan terpencil," kata Fanshurullah.

Untuk pengawasan, BPH Migas mengakui punya keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu pengawasannya melibatkan aparat TNI-Polri, pemda, hingga masyarakat setempat untuk meminimalisir kecurangan.

"Kita minta Pemda bantu lewat kepala desa mengawal, karena ini hak masyarakat," kata Fanshurullah.

"Kalau ini bisa diwujudkan, maka Pertamini yang ilegal bisa hilang," lanjut dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com