Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Jurus BI untuk Mengawal Rupiah

Kompas.com - 06/09/2018, 07:02 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nilai tukar rupiah sejak setahun belakangan mengalami pelemahan terhadap dollar AS.

Secara tahunan, depresiasi rupiah sampai saat ini sebesar 10,2 persen berdasarkan data pasar spot Bloomberg. Per Rabu, (5/9/2019) nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.938 per dollar AS. Sementara di awal tahun, rupiah bertengger pada posisi Rp 13.126 per dollar AS.

Pemerintah bersama dengan berbagai otoritas terkait, terutama Bank Indonesia (BI) terus memutar otak dan mengeluarkan berbagai jurus untuk menjaga stabilitas fundamental ekonomi dan juga rupiah. Menjadi penting bagi pemerintah untuk menekan transaksi berjalan dengan rupiah yang mulai menjauh dari fundamentalnya.

Pasalnya, neraca berjalan (current account) yang terdiri atas transaksi barang dan jasa dinsinyalir merupakan faktor utama yang menekan mata uang rupiah. Posisi defisit transkasi berjalan (current account deficit/CAD) di kuartal II tahun ini sebesar 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 8 miliar dollar AS.

Baca juga: Menko Darmin Optimistis Nilai Tukar Rupiah Tenang dalam Waktu Dekat

"Yang fokus kita tangani adalah kondisi CAD, ini yang harus jadi fokusnya, neraca pembayaran yang terdiri atas neraca perdagangan barang dan jasa ini harus diturunkan," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo ketika rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI Rabu (6/9/2018).

Adapun pemerintah di sektor fiskal baru saja mengeluarkan berbagai kebijakan seperti menerapkan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 22) untuk 1.147 komoditas. Selain itu, juga kebijakan mandatori biodiesel 20 persen (B20) untuk mengurangi penggunaan solar sehingga disinyalir bisa menghemat impor hingga 2,2 miliar dollar AS dalam 4 bulan ke depan.

Pemerintah juga meningkatkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di berbagai lini industri. Yang terakhir, pemerintah berupaya untuk menggenjot pendapatan devisa dari sektor pariwisata yang dianggap paling cepat, hemat, dan efektif untuk bisa mengeruk devisa dari wisatawan mancanegara.

Lalu, bagaimana dengan BI? Sebagai otoritas yang independen, Bank Indonesia (BI) memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Hal tersebut tercantum di dalam UU Nomor 23 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 3 tahun 2004 dan UU Nomor 6 Tahun 2009.

Berbagai kebijakan moneter pun telah mereka keluarka. Bagai berada dalam sebuah kompetisi catur yang sengit, BI terus berupaya untuk menjaga stabilitas rupiah dengan menjaga fundamental ekonomi di dalam negeri sekaligus mengawasi berbagai kondisi eksternal yang tidak dapat diduga.

Berikut adalah beberapa langkah yang telah dilakukan oleh BI untuk menjaga stabilitas rupiah:

1. Koordinasi dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (CAD)

Langkah ini, menurut Perry merupakan langkah utama untuk bisa bersama-sama menyelamatkan rupiah. Sebab, rupiah tak akan terkendali jika setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing otoritas tidak saling mendukung.

"Kami masih terus lakukan koordinasi sampai hari ini. Kami pastikan BI akan selalu hadir dan kebijakan yang dilakukan untuk stabilkan rupiah," ujar dia.

Bentuk koordinasi yang dilakukan dengan pemerintah adalah dengan mengerahkan ebrbgai upaya untuk menurunkan defisit transkasi berjalan sehingga, defisit akan turun dan transaksi modal akan naik.

"Kami akan terus memantau yang terjadi di global dengan stance kebijakan moneter yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve," lanjut dia.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com