Sikap dan perilaku ini menjadi kesepakatan bersama baik partai koalisi pendukung pemerintah maupun partai oposisi. Tidak ada kata penolakan yang heroik sebagaimana yang mereka lakukan untuk peristiwa-peristiwa politik.
Oposisi dan pendukung pemerintah memiliki kesepakatan bersama tanpa interupsi untuk hal yang seperti ini. Mereka semua ikut menikmati. Semuanya memiliki kalimat yang sama yakni ‘menyepakati dengan penuh suka cita’.
Ibarat situasi dalam sebuah keluarga. Seorang ayah dengan penuh semangat membangun rumah dengan kelengkapannya, membeli kendaraan, dan memperluas areal sawah, ladang dan kebun, memperbanyak jumlah hewan ternak untuk masa depan keluarga.
Sang ayah melakukan itu agar keluarga dan anak-anaknya bisa tinggal di rumah yang nyaman dengan cukup sandang dan pangan serta mereka memiliki masa depan yang cerah.
Tetapi, istrinya setiap hari menghabiskan uang untuk pergi ke salon dan belanja di mal, arisan, dan menjadi bagian dari kaum sosialita yang aktif dan tak lupa mempostingnya di instagram.
Anak-anaknya sibuk bermain dengan gawai (gadget) baru sambil nongkrong di kafe dan klub malam. Setiap hari menghabiskan bahan bakar untuk pergi keluyuran.
Maka ikhtiar sang ayah yang tengah berjuang untuk kepentingan keluarga itu tidak bisa dipenuhi hanya mengandalkan gaji bulanan. Akibatnya, sang ayah terpaksa harus berhutang dengan beban bunga yang cukup tinggi.
Pertanyaannya adalah adilkah kita menyalahkan sang ayah yang bekerja keras untuk memperjuangkan istri dan anak-anaknya? Sementara kita biarkan istri dan anak-anaknya terus berpesta tanpa turut memikirkan beban yang dipikul oleh sang ayah. (DEDI MULYADI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.