Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Infrastruktur Terbatas Hambat Proses Pemulihan Desa di Lombok

Kompas.com - 13/09/2018, 10:54 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

LOMBOK, KOMPAS.com - Bencana gempa yang melanda Lombok, Nusa Tenggara Barat sejak tanggal 5 Agustus 2018 memberikan luka tersendiri bagi masyarakatnya.

Di tengah semangat untuk kembali membangun hidup, masih ada beberapa wilayah yang belum tersentuh bantuan secara maksimal akibat sulitnya akses untuk bisa mencapai wilayah tersebut.

Desa Murpayung Daya, Dukuh Sigar Penjalin, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara menjadi salah satu daerah yang masih minim sentuhan bantuan.

Kepala dusun setempat Herman Yadi menyampaikan, akses jalan menuju desa yang hanya satu jalur, berupa jalan setapak yang menanjak cukup tajam, dengan pasir-pasir yang licin hanya bisa dilalui dengan sepeda motor, menjadi salah satu penyebab minimnya bantuan yang bisa sampai di wilayah tersebut. Padahal, seluruh rumah di wilayah tersebut sudah roboh tak bersisa. 

Minimnya bantuan akibat sulitnya akses pun turut memperlambat proses pemulihan pasca bencana di dusun yang berada di ujung selatan Lombok Utara tersebut.

Banyak warga dusun, terutama anak-anak yang mulai terserang penyakit seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), serta penyakit mata lantaran cuaca kering dan berdebu akibat puing reruntuhan sekaligus angin yang cukup kencang.

Sulitnya Layanan Kesehatan

Bidan desa Sigar Panjalin Sarianti (30) menjelaskan, sulitnya akses menuju Dusun Murpayung Daya pun juga cukup menghambat proses evakuasi pasca gempa. Jarang ada dokter relawan yang datang sampai ke dusun tersebut. Hanya dirinya, yang hampir setiap hari mengunjungi dusun untuk mengontrol kondisi kesehatan masyarakat sekitar.

Dia bercerita, memang sejak sebelum bencana gempa terjadi, masyarakat dusun tersebut sudah kesulitan ketika harus mengakses layanan kesehatan dalam keadaan darurat.

Ketika ada warga yang sakit dan harus dirujuk ke Puskesmas Kecamatan Tanjung atau bahkan rumah sakit, ketika masih kuat maka akan dibonceng menggunakan motor. Namun jika dalam keadaan sakit yang cukup parah maka akan dibawa menggunakan tandu.

"Memang sulit untuk ke desa ini, sebenarnya tidak hanya di Murpayung Daya ini saja, tetapi juga dusun lain seperti di Sokong dan Jenggala, yang daerahnya di gunung pasti sulit," jelas dia.

Salah seorang relawan dokter dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Freddy Guntur MS pun mengaku tak mudah untuk memberikan layanan di desa tersebut. Sebab, banyak risiko yang dihadapi ketika membawa peralatan kesehatan di wilayah tersebut. Misalnya saja, kebanyakan obat anak adalah obat sirup botolan yang rawan pecah.

"Medannya berat, apalagi kalau obat anak itu harus nggerus, susah. Kalau sirup botol gitu takut ada yang rusak dan pecah," ujar dia.

Tak heran, banyak anak-anak yang belum mendapatkan layanan kesehatan. Bahkan, Freddy menemukan kasus seorang anak berusia 3 tahun yang muntah cacing.

"Ada kasus menarik, anak perempuan usia 3 tahun sudah 3 hari muntah cacing, pilek dan demam juga. Kondisinya dehidrasi, jadi saya kirim ke puskesmas untuk observasi lebih lanjut," ujar dia.

Swadaya Air Bersih

Tak ingin berlarut dalam keterpurukan, warga Murpayung setempat mulai membereskan puing-puing rumah yang hancur agar kegiatan sehari-hari dapat segera kembali seperti sedia kala.

Mereka secara swadaya memasang pipa air untuk sumber air bersih sehari-hari. Sebab, pipa air yang sebelumnya ada rusak akibat terkena bebatuan dan kerikil ketika terjadi gempa.

"Kami ini kan menyambung memakai pipa ketika getaran kan ada batu-batu kecil atau besar yang jatuh, nah pipanya kemudian rusak. Modal nekat masyarakat mau untuk menyambung pipa secara swadaya untuk kebutuhan air bersih," jelas Herman.

Dia mengatakan, sulitnya akses untuk bisa mencapai dusun dengan 110 KK dan 335 jiwa tersebut menjadi salah satu penyebab bantuan yang masuk menjadi lambat. Pasalnya, hanya ada satu akses jalan dengan bebatuan terjal dan berpasir yang hanya bisa dilalui oleh motor saja.

"Kami memang sempat berkoordinasi dengan TNI yang pernah membantu di sini di hari-hari awal, tapi memang mungkin karena dusun kami jauh dan akses sulit, sehingga mau tidak mau kami swadaya karena butuh air," ujar Herman.

Salah satu warga dusun Murpayung Daya, Fauziah (40) mengatakan, posisi mata air yang sasat ini menjadi sumber air warga sekitar yang dialirkan melalui pipa-pipa dan ditampung pada beberapa tempat penampungan berjarak 3 kilometer dari pemukiman warga.

Medan yang ditempuh untuk mencapai lokasi tersebut juga cukup sulit jadi sebenarnya sangat berisiko ketika warga berswadaya menyambung pipa-pipa tersebut.

"Jaraknya dari rumah-rumah pemukiman ke mata air 3 km lebih, dan kebetulan jalannya juga susah kalau ke sana, seandainya mau dilihat," ujar dia.

Untuk kebutuhan sanitasi, warga setempat mendapatkan 2 bantuan toilet darurat yang jaraknya jauh dari pemukiman. Selain karena alasan kesehatan, juga tanah yang ditempati warga sebagian besar merupakan tanah pinjaman.

"Kami sebagian besar di sini meminjam, sehingga tidak berani kalau buat kamar mandi di tanah ini," ujar dia.

Kegiatan Ekonomi Belum Pulih

PLN dan RSCM bekerja sama membantu pengungsiKOMPAS.com/Mutia Fauzia PLN dan RSCM bekerja sama membantu pengungsi

Satu bulan pascagempa, kegiatan ekonomi masyarakat Lombok Utara termasuk di Murpayung Daya belum juga bergerak.

Sarianti mengatakan, sebagian besar orang yang berdagang di Pasar Tanjung yang sudah mulai beroperasi berasal dari Lombok. Sementara untuk masyarakat Lombok Utara sendiri masih sibuk membersihkan dan memilah-milah puing-puing rumah mereka dengan harapan dapat segera di bangun kembali.

Adapun Herman menambahkan, sebagian besar masyarakat dusunnya berlum kembali melakukan aktivitas sehari-hari, yaitu bertani dan berkebun.

"Memang pasca gempa akitivas ekonomi masyarakat yang sebagian besar berkebun dan bertani belum berani untuk kembali (beraktivitas), karena posisi kebun cukup jauh meski di sekeliling desa. Mereka masih membersihkan puing-puing saja," ujar Herman.

Dia menjelaskan, sebagian besar warganya bekerja di kebun jambu mede dan kemudian menjual biji mede mentah ke pengepul seharga Rp 10.000 hingga Rp 15.000.

Selain kondisi yang masih jauh dari pulih, lokasi kebun yang jauh dari pemukimanlah yang membuat warga setempat masih enggan untuk bekerja.

Herman pun berharap, bantuan dari segala pihak untuk kebutuhan hunian sementara, makanan, air bersih, dapat segera diberikan kepada masyarakat Dusun Murpayung Daya supaya proses pemulihan bisa berjalan lebih cepat.

"Kami berharap ada yang bisa membantu memberikan terpal, sebab masyarakat sudah ingin kembali ke rumah-rumah mereka, untuk sementara seperti itu. Karena kalau di tenda pengungsian ini satu tenda bisa untuk 5 KK atau sekitar 40an jiwa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com