Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Krisis Nilai Tukar, Turki Naikkan Suku Bunga Jadi 24 Persen

Kompas.com - 14/09/2018, 08:45 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

NEW YORK, KOMPAS.com - Bank sentral Turki (CBRT) telah menaikkan suku bunga acuan menjadi 24 persen sebagai salah satu upaya untuk mengendalikan inflasi yang meroket dan mencegah krisis mata uang.

CBRT mengabaikan keinginan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuh menahan suku bunga. Bank sentral pun memutuskan untuk meningkatkan suku bunga acuan jangka pendek  dari 17,5 persen setelah berminggu-minggu mengalami tekanan dari investor internasional.

Pasar keuangan pun semakin khawatir bahwa Turki berisiko masuk ke daftar negara yang mencari dana dari Dana Moneter Internasional (IMF). Sebelumnya, Argentina telah menyepakati pinjaman bulan lalu dengan IMF.

Dikutip dari The Guardian, Jumat (14/9/2018), lira Turki mulai pulih tak lama setelah kenaikan suku bunga, menguat sebesar 3 persen menjadi 6,16 liar per dollar AS.

Mata uang Turki ini telah jatuh dalam beberapa bulan terakhir dan bahkan setelah kenaikan suku bunga tersebut, nilai tukar lira terhadap dollar AS masih anjlok hampir 39 persen secara tahunan.

Investor telah memusatkan perhatian mereka pada Ankara menyusul terpilihnya kembali Erdogan. Erdogan menempatkan menantu laki-lakinya sebagai Menteri Keuangan dan dalam langkah terpisah berupaya untuk mengendalikan dana kekayaan negara yang berdaulat.

Sebagai informasi, krisis yang berkembang persat diakibatkan adanya penahanan seorang pendeta AS atas tuduhan spionase dan teror, yang membuat Presiden Donald Trump menggandakan tarif impor pada baja dan aluminium Turki.

Kenaikan suku bunga bank sentral, yang mengejutkan investor, didapuk sebagai solusi lantaran Erdogan membuat kebijakan-kebijakan yang dianggap akan membuat bangkrut. Erdogan telah lama menekan bank untuk mempertahankan suku bunga rendah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan melambat ke tingkat tahunan 5,2 persen pada kuartal kedua, dari 7,4 persen pada kuartal pertama tahun ini.

Sebelum tingkat suku bunga diumumkan, Erdogan mengatakan bank sentral itu independen dan mengambil keputusan sendiri. Namun, ia mengulangi keyakinannya bahwa suku bunga harus dipangkas, lantaran dirinya menganggap tingginya suku bunga sebagai instrumen untuk eksploitasi.

"Kepekaan saya tentang suku bunga adalah sama, tidak ada yang berubah," katanya. "Saya mengatakan mari kita memotong suku bunga tinggi ini."

Dia mengkritik bank sentral, mengatakan mereka telah salah memperhitungkan target inflasi dan lagi-lagi menggambarkan krisis mata uang sebagai konspirasi asing. Dalam upaya untuk menopang lira Turki, pemerintah Erdogan mengeluarkan keputusan pada hari Kamis untuk melarang penggunaan mata uang asing dalam penjualan dan penyewaan properti dan penyewaan kendaraan.

Dalam sebuah pernyataan, bank sentral mencatat bahwa ekonomi domestik semakin lemah sementara inflasi meningkat. Kenaikan suku bunga dapat menekan pertumbuhan lebih lanjut, tetapi para ahli independen mengatakan diperlukan upaya untuk menahan inflasi dikisaran 18 persen dan mendukung mata uang.

"Bank sentral akan terus menggunakan semua instrumen yang tersedia dalam mengejar tujuan stabilitas harga," kata komite kebijakan moneter bank sentral dalam sebuah pernyataan.

"Sikap yang ketat dalam kebijakan moneter akan dipertahankan secara meyakinkan sampai prospek inflasi menunjukkan peningkatan yang signifikan," sebut mereka.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 29 Maret 2024

Spend Smart
Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com