Selain itu, terbatasnya informasi kepada khalayak pun jadi penyebab lainnya. Mestinya ada informasi yang masif di bandara agar masyarakat dapat mengakses kereta bandara.
"Di setiap gerbang keluar dari Bandara Soekarno-Hatta belum ada satupun informasi menuju pilihan ke moda kereta bandara," tutur Djoko.
Dia menambahkan, untuk memaksimalkan okupansi penyerapan penumpang kereta bandara maka harus menunggu hingga pengembangan Stasiun Manggarai dapat selesai. Selain itu, ada lintas potensi pula yang bisa dikembangkan nantinya.
Djoko saat ini lebih menekankan agar informasi mengenai kereta bandara mudah diakses dan didapatkan oleh masyarakat dan tentunya bisa menyasar semua kalangan.
Informasi mengenai keberadaan kereta bandara di tiap gerbang keluar harus ada. Sehingga masyarakat pun semakin banyak yang tahu pilihan moda lanjutan transportasi tentang kereta bandara ini.
Perihal harga, Djoko mengatakan harusnya Rp 70.000 per tiket sekali jalan itu sudah layak. Karena jika lebih murah maka akan bersaing dengan Damri nantinya.
"Harga tiket sudah sama dengan kereta bandara di Kuala Lumpur," tutur Djoko.
Gaet penumpang lewat promo
Melihat hal ini, Diah tak menampik okupansi kereta bandara memang belum maksimal. Jika melihat sejarah keberadaan kereta bandara di Kualanamu, Medan saja butuh waktu 5 tahun untuk mencapai tingkat okupansi paling tinggi 45 persen.
"Histori di Medan ada kereta bandara itu tahun 2013, sekarang tahun 2018 berarti sekitar 5 tahun lalu. Sedangkan pasar baru terbentuk 45-50 persen. Namun, keadaan di Medan dan Jakarta kan beda juga," ujar Diah.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.