Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kereta Bandara Masih Sepi Penumpang, Mau sampai Kapan?

Kompas.com - 18/09/2018, 05:46 WIB
Putri Syifa Nurfadilah,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah lebih dari setengah tahun keberadaannya, kereta Bandara Soekarno-Hatta masih belum bisa mendapat tempat di hati masyarakat untuk jadi pilihan pertama moda transportasi menuju Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Hingga saat ini, angkutan massal berbasis rel tersebut masih memiliki tingkat isian atau okupansi penumpang yang cukup rendah.

Kereta Bandara Soekarno-Hatta diresmikan Presiden Joko Widodo pada awal tahun ini, tetapi hingga menginjak minggu kedua September sayangnya moda transportasi massal ini masih belum banyak peminat.

Pantauan Kompas.com pada Jumat (14/9/2018) pukul 13.00 WIB yang menaiki kereta bandara dari Stasiun BNI City menuju Stasiun Bandara Soekarno-Hatta cukup sepi penumpang. Bahkan jika dihitung, hanya berkisar maksimal 100 orang sekali jalan.

Baca juga: LRT Jabodebek, MRT, KRL, dan KA Bandara Bakal Terhubung ke Dukuh Atas

Petugas bagian tiket di Stasiun Bandara Soekarno-Hatta yakni Nadya (25) dan Ilham (26) mengatakan, penumpang yang naik KA Bandara tersebut terkadang ramai, namun tak jarang juga sepi. Misalnya, ketika hari Jumat penumpang cukup ramai.  Namun, hari lain yang tidak seramai hari Jumat.

Humas PT Railink Diah Suryandar mengatakan, okupansi penumpang kereta bandara saat ini masih di kisaran 30-35 persen dari total kapasitas penumpang yang bisa diangkut kereta bandara.

"Kita sudah berjalan saat ini 8 bulan untuk okupansinya ada dikisaran 30-35 persen. Lumayan kenaikannya, sehari sudah bisa 2.600-2.700 penumpang," ujar Diah saat dihubungi Kompas.com.

Mengenai fluktuasi penumpang berdasar waktu tertentu tersebut, Diah mengaminkan. Dia menjelaskan bahwa ada kalanya kereta bandara ramai, tapi ada jam-jam dan hari tertentu pula kereta bandara sepi.

"Sebenarnya gini, kalau lihat dari histori penumpang kereta bandara memang ada jam-jam tertentu dan ada hari-hari terntentu kereta bandara sepi. Justru kalau Sabtu-Minggu itu malah sepi, Jumat yang malah ramai bahkan bisa sampai 4.000 penumpang," ucap Diah.

Diah mengungkapkan, jika weekend atau hari Sabtu-Minggu hanya mencapai 2.000 penumpang per hari.

Berbeda lagi untuk masalah jam, jika siang memang akan minim penumpang. Namun, menjelang sore ke malam biasanya terjadi peningkatan. Terlebih lagi, Railink memberi diskon 50 persen kepada karyawan perusahaan induk yakni Angkasa Pura II maupun KAI yang menaiki kereta bandara.

"Kalau jam-jam tertentu biasanya pas pulang-kerja, sore ke malam itu ramai. Memang kalau siang terlihat sepi," tutur Diah.

Karena masih sepi peminat, kereta bandara saat ini belum jadi moda transportasi utama pilihan masyarakat ketika menuju ke Badara Soekarno-Hatta, Tangerang.

Aktivitas penumpang saat berada di Stasiun BNI City, Sudiman, Jakarta (8/1/2018). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menjadi nama dari salah satu stasiun kereta bandara Soekarno-Hatta yakni, Stasiun BNI City yang terletak di kawasan Sudiman, Jakarta.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Aktivitas penumpang saat berada di Stasiun BNI City, Sudiman, Jakarta (8/1/2018). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menjadi nama dari salah satu stasiun kereta bandara Soekarno-Hatta yakni, Stasiun BNI City yang terletak di kawasan Sudiman, Jakarta.

Masih soal harga

Dian (27), salah seorang pengguna kereta Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (14/9/2018), mengungkapkan bahwa kereta ini membantunya lebih cepat sampai ke Bandara Soekarno-Hatta dengan tenang.

Hal itu karena beberapa faktor yakni kebetulan Stasiun BNI City dekat dari kantornya yang juga berada di daerah Sudirman, kemudian dia takut terlambat naik ke pesawat karena sudah lumayan telat untuk check in.

Perempuan yang akan bertolak ke Palembang ini mengaku dirinya pertama kali naik kereta Bandara Soekarno-Hatta.

"Biasanya saya naik Damri, cuma karena takut telat, jadi ya naik ini (kereta bandara)," ujar Dian.

Baca juga: Menhub Usul Penumpang KRL Dialihkan ke KA Bandara, Ini Tanggapan Railink

Mengenai Stasiun BNI City, Dian menyayangkan betapa sepinya kondisi di stasiun. Terlihat jelas kekosongan, apalagi Stasiun BNI City ini dibangun cukup luas.

Dian tak menampik, jika memang bukan karena waktu yang terbatas dirinya mungkin akan naik Damri. Tak jauh beda jika dia berangkat dari rumahnya yang terletak di Kebon Jeruk, pun tidak akan memakai kereta bandara ini untuk sampai di Bandara Soekarno-Hatta.

"Baru pertama, kaget juga sih. Kok masih sepi ya, padahal kemarin pas peresmian heboh banget," tuturnya.

Bagi dirinya tiket seharga Rp 70.000 tidak menjadi masalah. Namun, mungkin berbeda dengan orang lain. Dian mengungkapkan, mungkin soal harga bisa memengaruhi minat beli masyarakat untuk menjajal kereta ini.

"Kemarin pas pertama heboh kayaknya rame, harganya juga Rp 35.000. Mungkin pas udah naik ke Rp 70.000 pada mikir juga kayaknya," ucap Dian.

Tak jauh berbeda dengan Dian, Fajar (37) yang merupakan penumpang kereta bandara pun mengungkapkan bahwa dirinya tidak keberatan dengan tiket yang dibandrol Rp 70.000 sekali jalan dari Stasiun BNI City ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta.

"Saya melihat kereta bandara ini cukup bagus ya dari segi fasilitas, sudah nyaman dan enak juga. Penumpang juga tidak perlu berebut," tutur Fajar kepada Kompas.com, Jumat (14/9/2018).

Menurut dia, harga Rp 70.000 sudah sangat sepadan dengan fasilitas yang bisa didapat. Dibandingkan dengan moda transportasi yang lain misalnya taksi.

"Masyarakat juga rasanya bisa menilai, kalau ada harga ya pasti ada kualitas," ujarnya.

Berbeda dengan Dian dan Fajar, Riska (24) masih mempersoalkan harga tiket yang menurutnya berlum terjangkau. Dia berpendapat, mungkin bagi sebagian kalangan harga tiket ini memang murah tapi sebagian lain tidak.

"Menurut saya kalau kereta pengin lebih ramai mungkin (harga) bisa lebih murah lagi walaupun memang fasilitasnya nyaman dan enak. Diskonnya bisa diperbanyak. Karena mungkin tidak semua orang mau naik dengan harga segitu," ucapnya.

Perempuan yang baru menyelesaikan studinya di Jakarta ini berpendapat, pemerintah juga harusnya bisa menyediakan akses informasi yang memadai mengenai kereta bandara ini. Terlebih lagi, masyarakat pun akan semakin senang jika moda transportasi ini bisa mereka jajal jika banyak promo yang diberikan.

Kereta Api Bandara tiba di Stasiun BNI City, Sudiman, Jakarta (8/1/2018). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menjadi nama dari salah satu stasiun kereta bandara Soekarno-Hatta yakni, Stasiun BNI City yang terletak di kawasan Sudiman, Jakarta.KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG Kereta Api Bandara tiba di Stasiun BNI City, Sudiman, Jakarta (8/1/2018). PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menjadi nama dari salah satu stasiun kereta bandara Soekarno-Hatta yakni, Stasiun BNI City yang terletak di kawasan Sudiman, Jakarta.

Masih banyak evaluasi

Wakil Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Republik Indonesia (DPR RI) Muhidin Mohammad Said menyarankan agar moda transportasi yang menuju dan dari stasiun untuk kereta bandara dikoneksikan dengan trasnportasi umum. Muhidin menjelaskan, tidak efektifnya perpindahan moda ini jadi masalah yang dipikirkan oleh masyarakat.

"Kalau dari stasiun ke rumah mereka kan harus pindah lagi pakai taksi, nah disini kadang masyakatkan tidak mau repot. Namun, hal itu bisa diakali dengan disediakan transportasi untuk ke feeder tertentu yang dekat dengan tujuan wilayahnya," ujar Muhidin.

Pemerintah memang wajib menyedian sarana transportasi massa yang aman, nyaman dan tentu dapat dijangkau oleh masyarakat. Menurut Muhidin juga yang menyebabkan kereta ini sepi peminat karena biayanya tidak seimbang.

"Mereka kan turun dari stasiun mesti naik taksi lagi, nah inikan tetap saja nambah biaya. Makanya, salah satunya sediakan transportasi lanjutan yang murah," ujar Muhidin.

Baca juga: Jokowi Resmikan Pengoperasian Kereta Bandara Internasional Minangkabau

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri yang dikutip dari cuitannya di Twitter, Rabu (10/9/2018), memperlihatkan keadaan sepinya gerbong kereta bandara saat dirinya menjadi penumpang.

Dalam cuitannya itu, Faisal menuliskan harapannya untuk Railink yang tengah berjuang untuk menggaet penumpang saat ini. Dia mengatakan semoga kerugian karena sepinya penumpang ini bisa ditekan lewat iklan yang dipasang pada monitor gerbong kereta.

"Hingga kini KA Bandara masih sangat sepi penumpang. Semoga kerugiannya bisa ditekan dengan taburan iklan di dalam KA, termasuk lewat layar TV," tutur Faisal.

Sementara itu, pengamat transportasi yang juga dosen di Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno mengatakan, sepinya kereta bandara ini turut dipengaruhi oleh akses yang kurang mendukung ke Stasiun BNI City.

"Akan bertambah jika akses berangkat dan turun di Stasiun Manggarai yang saat ini kan masih dalam pengembangan," ujar Djoko.

Selain itu, terbatasnya informasi kepada khalayak pun jadi penyebab lainnya. Mestinya ada informasi yang masif di bandara agar masyarakat dapat mengakses kereta bandara.

"Di setiap gerbang keluar dari Bandara Soekarno-Hatta belum ada satupun informasi menuju pilihan ke moda kereta bandara," tutur Djoko.

Dia menambahkan, untuk memaksimalkan okupansi penyerapan penumpang kereta bandara maka harus menunggu hingga pengembangan Stasiun Manggarai dapat selesai. Selain itu, ada lintas potensi pula yang bisa dikembangkan nantinya.

Djoko saat ini lebih menekankan agar informasi mengenai kereta bandara mudah diakses dan didapatkan oleh masyarakat dan tentunya bisa menyasar semua kalangan.

Informasi mengenai keberadaan kereta bandara di tiap gerbang keluar harus ada. Sehingga masyarakat pun semakin banyak yang tahu pilihan moda lanjutan transportasi tentang kereta bandara ini.

Perihal harga, Djoko mengatakan harusnya Rp 70.000 per tiket sekali jalan itu sudah layak. Karena jika lebih murah maka akan bersaing dengan Damri nantinya.

"Harga tiket sudah sama dengan kereta bandara di Kuala Lumpur," tutur Djoko.

Suasana dalam gerbong Kereta Bandara Soekarno-Hatta dari Stasiun BNI City menuju ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (14/9/2018)KOMPAS.com/ Putri Syifa Nurfadilah Suasana dalam gerbong Kereta Bandara Soekarno-Hatta dari Stasiun BNI City menuju ke Stasiun Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (14/9/2018)

Gaet penumpang lewat promo

Melihat hal ini, Diah tak menampik okupansi kereta bandara memang belum maksimal. Jika melihat sejarah keberadaan kereta bandara di Kualanamu, Medan saja butuh waktu 5 tahun untuk mencapai tingkat okupansi paling tinggi 45 persen.

"Histori di Medan ada kereta bandara itu tahun 2013, sekarang tahun 2018 berarti sekitar 5 tahun lalu. Sedangkan pasar baru terbentuk 45-50 persen. Namun, keadaan di Medan dan Jakarta kan beda juga," ujar Diah.

Dia menjelaskan, untuk operasi kereta bandara mobilisasi penumpang pesawat mestinya 10 juta per tahun. Sedangkan, di Medan sendiri penumpang pesawat baru 8-8,5 juta per tahun. Membandingkan dengan Jakarta yang sudah 60 juta per tahun, Diah optimistis perkembangan di Jakarta akan lebih cepat dari pada di Medan.

"Jakarta sudah 60 juta. Harusnya optimis kalau di Jakarta naiknya akan lebih cepat dari pada di Medan," tutur Diah.

Baca juga: Perseteruan KRL Vs KA Bandara yang Belum Tentu Usai dalam Waktu Dekat

Mengenai proyeksi berapa lama kereta bandara ini bisa mendapat tempat di hati masyarakat, Diah mengatakan pihaknya belum bisa memastikan. Railink ingin melihat perkembangan hingga akhir tahun ini yang menginginkan okupansi penumpang bisa 40 persen.

Menuju hal itu, kini Railink tengah menyiapkan berbagai macam promosi untuk menggaet penumpang lebih banyak, diantaranya diskon pemesanan secara grup, diskon pembelian tiket akumulasi dalam 1 bulan, diskon jika membayar dengan Klik BCA, diskon jika menjadi nasabah BRI Prioritas (khusus di Medan), serta diskon menginap 15 persen di hotel tertentu bagi pemegang tiket kereta bandara.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com