Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan Mengapa Amerika Serikat Bisa Memengaruhi Rupiah

Kompas.com - 19/09/2018, 15:16 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mata uang Amerika Serikat, yakni dollar AS, merupakan salah satu mata uang utama yang digunakan hampir di seluruh negara di dunia. Sehingga, apa yang sedang terjadi pada dollar AS dan Amerika sebagai negara pada umumnya juga akan memengaruhi perekonomian negara-negara lain, termasuk negara berkembang.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Adriyanto, menjelaskan bagaimana kondisi perekonomian AS dalam beberapa tahun terakhir.

Waktu krisis ekonomi tahun 2009, pertumbuhan ekonomi AS mencapai minus 2,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekaligus sebagai yang terburuk sejak 2000.

"Suku bunga AS saat itu ditetapkan 0 persen untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan itu cukup efektif. Mulai tahun 2010, pertumbuhan ekonomi AS mulai naik," kata Adriyanto dalam diskusi mengenai rupiah di DPR RI, Rabu (19/9/2018).

Seiring dengan perbaikan ekonomi AS yang sempat terpuruk akibat krisis tahun 2009, bank sentral AS, yaitu Federal Reserve atau The Fed, mulai menaikkan suku bunga secara bertahap.

Pada 2015 suku bunga menjadi 0,5 persen dan 1,5 persen pada 2017 serta terakhir per Selasa (18/9/2018) suku bunga atau Fed Fund Rate jadi 2 persen.

Baca juga: Memahami Pelemahan Nilai Tukar Rupiah dari Cara Kerja Irigasi

Selain menaikkan suku bunga, perbaikan ekonomi di AS juga dilakukan dengan normalisasi kebijakan moneter dan fiskal di sana.

Dampak dari normalisasi kebijakan tersebut membuat kenaikan imbal hasil dan baliknya modal ke AS yang ujungnya menyebabkan dollar AS makin menguat.

Kondisi perekonomian AS semakin dinamis setelah pemerintah baru berkuasa. Adriyanto menyebutkan, faktor pemerintahan baru yang dimotori Presiden Donald Trump memunculkan berbagai kebijakan baru yang efeknya terhadap ketidakpastian global, salah satunya perang dagang.

Lantas, apa kaitannya dengan nilai tukar negara-negara lain, termasuk Indonesia? Adriyanto mengungkapkan, karena dollar AS sebagai mata uang utama di hampir seluruh negara, dengan naiknya suku bunga AS, investor mulai merealokasi aset mereka, bahkan membawa dollar AS untuk pulang kampung karena imbal hasil yang lebih besar.

Keluarnya arus modal dari para investor membuat persediaan valas di suatu negara jadi berkurang.

Berkurangnya valas, terutama dollar AS, menjadikan mata uang negara tersebut melemah karena mereka masih butuh dollar AS, untuk konteks Indonesia kebutuhannya dalam rangka impor bahan baku dan barang modal.

"Berbagai ketidakpastian pada perekonomian global juga menyebabkan tingginya persepsi risiko investor pada pasar saham negara berkembang, termasuk Indonesia," tutur Adriyanto.

Untuk menjaga nilai tukar rupiah tidak melemah terus, pemerintah bersama Bank Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan.

Kebijakan tersebut di antaranya menaikkan suku bunga agar pasar keuangan Indonesia tetap menarik bagi investor dan mengurangi ketergantungan terhadap kebutuhan dollar AS dengan menunda proyek infrastruktur hingga penerapan tarif PPh Impor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com