BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Schneider

Era Digital, Jangan Sampai Listrik Hanya Sekadar Impian

Kompas.com - 20/09/2018, 10:35 WIB
Haris Prahara,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi


SEMAKAU, KOMPAS.com -
Selamat datang di era digital. Kata-kata itu rasanya semakin sering terdengar pada masa kekinian.

Sulit dimungkiri, peradaban terus bergerak maju. Ambil contoh sederhana, peran surat atau bahkan faksimile mulai tergerus seiring hadirnya email maupun aplikasi pesan di ponsel.

Meskipun digitalisasi semakin menjalar pada setiap aspek hidup manusia, namun sesungguhnya masih ada satu ironi di baliknya.

Mengutip riset International Energy Agency pada 2017, sebanyak 1,2 miliar orang atau sekitar 15 persen penduduk dunia masih hidup tanpa kehadiran listrik. Itu berarti kemajuan era digital masih menjadi utopia bagi mereka.

Tentunya fakta di atas menjadi cambuk bagi kita semua, bahwa keadilan energi belum sepenuhnya merata di dunia.

Kondisi minim energi seperti itu awalnya juga terjadi di Pulau Semakau, sebuah pulau kecil di selatan Singapura.

Pulau Semakau yang awalnya kapasitas listriknya terbatas, perlahan berubah dengan dikembangkannya teknologi mikrogrid. Secara ringkas, teknologi itu memungkinkan terciptanya listrik melalui sumber energi terbarukan, misalnya angin.

Suasana Pulau Semakau, Singapura, pada Rabu (19/9/2018). Di pulau tersebut, terdapat sistem mikrogrid yang dikembangkan Nanyang Technological University (NTU) dengan mitra swasta, antara lain Schneider Electric dan Engie.KOMPAS.com/HARIS PRAHARA Suasana Pulau Semakau, Singapura, pada Rabu (19/9/2018). Di pulau tersebut, terdapat sistem mikrogrid yang dikembangkan Nanyang Technological University (NTU) dengan mitra swasta, antara lain Schneider Electric dan Engie.
Asal tahu saja, sebagai salah satu negara Asia dengan pendapatan per kapita yang mentereng, sejatinya Singapura memiliki sumber daya alam terbatas.

Hal itulah yang membuat Negeri Singa mesti cerdik memenuhi kebutuhan dasar warganya di tengah keterbatasan alam.

Kembali lagi ke Pulau Semakau. Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik, Nanyang Technological University (NTU) sebagai perguruan tinggi kelas wahid di Singapura telah mampu menciptakan turbin angin raksasa di sana.

Tiga baling-balingnya mampu memproduksi tenaga listrik hingga 100 kilowatt atau sanggup mengaliri hingga 45 rusun empat ruangan di Singapura.

Tidak sulit untuk memicu turbin tersebut bekerja. Sebab, dengan kecepatan angin rendah 3 meter per detik saja, turbin itu sudah bisa menghasilkan listrik.

Untuk merealisasikan program anyar berlabel Renewable Energy Integration Demonstator (REIDS) tersebut, NTU menggandeng mitra swasta, antara lain Schneider Electric dan Engie.

Jadi percontohan

Guna melihat lebih jauh seperti apa wujud dari inovasi energi tersebut, Kompas.com beserta sejumlah pewarta lain dari Tanah Air berkesempatan menengoknya langsung pada Rabu (19/9/2018) sore.

Menurut pemandu kami, Soni Wibisono selaku Project Manager Schneider Electric, Pulau Semakau awalnya termasuk dalam proyek reklamasi yang dilakukan pemerintah Singapura.

"Pemerintah Singapura ingin mengeksekusi rencana prestisius pengembangan sistem mikrogid di negaranya. Mereka ingin pilot project ini sukses dan bisa dicontoh negara-negara lain," tutur Soni.

Project Manager Schneider Electric Soni Wibisono di Pulau Semakau, Rabu (19/9/2018).KOMPAS.com/HARIS PRAHARA Project Manager Schneider Electric Soni Wibisono di Pulau Semakau, Rabu (19/9/2018).
Sebagai salah satu mitra swasta yang digandeng, sambung Soni, Schneider Electric berperan memastikan riset penerapan inovasi energi di Pulau Semakau berjalan lancar.

Memang prosesnya dipandang Soni tidak mudah. Sebab, lazimnya ada disrupsi ketika energi terbarukan akan diterapkan pada kapasitas penuh 100 persen.

"Selama ini masih perlu adanya bauran energi, misal 40 persen dari total kebutuhan listrik belum dipasok energi terbarukan. Itu bertujuan mencegah sistem listrik tidak berfungsi total ketika ada gangguan," ucapnya.

Meski begitu, Soni melanjutkan, pihaknya tetap optimistis kelak penerapan 100 persen energi terbarukan pada suatu mikrogrid bisa terwujud.

"Kami telah menganggarkan setidaknya 5 persen setiap tahunnya untuk melakukan research and development," ungkapnya.

Segment President Electricity Companies at Schneider Electric Carola Pusteli menambahkan, pengembangan mikrogrid di Pulau Semakau menjadi titik awal untuk diterapkan pada wilayah terpencil (remote area) lain.

"Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar dunia menjadi peluang untuk uji coba sistem mikrogrid seperti di sini (Pulau Semakau). Kami harap secepatnya bisa dilakukan," pungkas Carola.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com