Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Polemik Impor Beras, Kementan Tunggu Data BPS

Kompas.com - 20/09/2018, 17:51 WIB
Mikhael Gewati,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Polemik impor beras medium antara Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) Budi Waseso (Buwas) dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita kian meruncing.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, data proyeksi produksi Kementerian Pertanian (Kementan) jadi sebab. Menurut Darmin, jika data proyeksi produksi sesuai angka yang diberikan Kementan, maka ia tak akan mengambil langkah impor.

"Namun yang punya instrumen itu adalah Kementerian Pertanian. Kami juga bikin dengan satelit, tapi tetap tidak bisa dibilang sama. Makanya koordinasinya, kami sudah bilang, betulkan data itu," jelasnya.

Di mana sebenarnya sumber persoalan data pangan ini bermula? Jawabannya karena, Pemerintah tak lagi memiliki data pangan resmi setelah Badan Pusat Statistik (BPS) “puasa” merilis data pangan sejak 2015 silam.

Sejak itu, BPS tak lagi mengeluarkan data produksi beras melainkan hanya data berupa ekspor dan impor beras. Hal ini ditegaskan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti.

“BPS sampai sekarang belum mengeluarkan lagi data produksi beras," kata Yunita, seperti keterangan resmi yang Kompas.com terima, Kamis (20/9/2018).

Atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla, BPS kemudian sedang menyiapkan metode penelitian baru untuk menghitung data pangan. Metode penelitian baru ini diperlukan untuk menyelesaikan permasalah data pangan BPS yang selama ini dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

BPS sendiri baru akan kembali merilis data produksi pangan pada Oktober 2018 mendatang, setelah molor dari rencana sebelumnya pada Agustus lalu. Data itu sudah menggunakan metode pengumpulan data yang baru, yakni Kerangka Sampel Area (KSA).

Metode ini sudah diujicobakan dan diterapkan sejak 2016 di Garut dan Indramayu, dan keseluruhan Pulau Jawa pada 2017, kecuali DKI Jakarta.

Metodologi pendataan berbasis teknologi yang dibangun atas kerja sama BPS dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) itu, nantinya akan mencakup 192 ribu titik pengamatan di seluruh provinsi di Indonesia.

Pengamatan menggunakan satelit milik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), serta aplikasi perangkat lunak akan memantau kondisi lahan pertanian secara berkala.

“Kami akan cek 192.000 titik di tiap daerah setiap akhir bulan. Petugas akan berjalan setiap tanggal 23 hingga 30,” ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta.

Data Kementan Diolah Bersama BPS

Secara resmi satu-satunya lembaga yang boleh mengeluarkan data, termasuk data pertanian adalah BPS. Lalu bagaimana Pemerintah dapat memperkirakan ketersediaan pangan nasional dan menjaga stabilitas harga bahan pangan?

Sejauh mata memandang, tersaji hampar sawah yang hijau, menguning atau sedang dipanen. Semua berlatar barisan perbukitan Menoreh. Netizen sering menyebut panorama sawah Nanggulan ini sebagai Ubud Bali di Kulon Progo. Kompas.com/Dani J Sejauh mata memandang, tersaji hampar sawah yang hijau, menguning atau sedang dipanen. Semua berlatar barisan perbukitan Menoreh. Netizen sering menyebut panorama sawah Nanggulan ini sebagai Ubud Bali di Kulon Progo.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementan, Ketut Kariyasa mengatakan, sebagai Kementerian yang diberi tanggung jawab membantu Presiden menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, Kementan harus memiliki sandaran data.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Kecelakaan Beruntun di GT Halim Diduga gara-gara Truk ODOL, Kemenhub Tunggu Investigasi KNKT

Whats New
Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Indef: Banjir Barang Impor Harga Murah Bukan Karena TikTok Shop, tapi...

Whats New
Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com