Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya Venezuela, 5 Negara Ini Pernah Alami Hiperinflasi

Kompas.com - 22/09/2018, 17:41 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

LONDON, KOMPAS.com - Venezuela kini tengah menderita hiperinflasi yang membuat warganya menderita.

Menurut Steven Hanke, profesor ekonomi terapan di Johns Hopkins University, AS, kenaikan harga di Venezuela menembus rekor tertinggi baru pada Agustus 2018, yakni 65.000 persen. Hanke merupakan salah satu pakar hiperinflasi terkemuka di dunia.

Mengutip BBC, Sabtu (22/9/2018), di bawah pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, inflasi berkisar antara 150 persen per bulan. Adapun menurut Hanke, hiperinflasi didefinisikan ketika angka inflasi berada di atas 50 persen per bulan dan bertahan lebih dari 30 hari berturut-turut.

Pada November 2016 silam, Venezuela masuk dalam daftar Hanke-Krus World Hyperinflation Table. Kala itu, kenaikan harga mencapai 219 persen per bulan dan naik dua kali lipat setiap 18 hari.

Namun, bukan hanya Venezuela yang pernah mengalami kondisi hiperinflasi. Ada setidaknya 5 negara yang pernah mengalami kondisi serupa negara kaya minyak tersebut, berikut daftarnya.

1. Hungaria

Hungaria mengalami hiperinflasi pada tahun 1946, dimana tingkat inflasi harian mencapai 207 persen dan harga naik dua kali lipat setiap 15 jam. Pada Juli 1946, inflasi di Hungaria bahkan mencapai 41.900.000.000.000.000 persen dan merupakan episode terburuk yang pernah terekam sejarah.

Perang Dunia II telah mengikis 40 persen kekayaan di Hungaria. Tak hanya itu, 80 persen ibu kota Budapest dalam kondisi hancur, jalan dan rel kereta api dibom dan pemerintah harus membayar kompensasi pascaperang dengan nilai sangat tinggi.

2. Zimbabwe

Zimbabwe pernah mengalami hiperinflasi pada tahun 2008 silam, dimana tingkat inflasi harian mencapai 98 persen dan harga naik dua kali lipat setiap 25 jam. Pada November 2008, kenaikan harga di Zimbabwe mencapai 79 miliar persen per bulan.

Banyak warga Zimbabwe terpaksa menyeberang ke Afrika Selatan atau Botswana untuk memberi barang-barang kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, mata uang dollar AS dan rand Afrika Selatan menjadi mata uang de facto.

Pada tahun 2009, bank sentral Zimbabwe mengadopsi dollar AS dan rand Afrika Selatan sebagai mata uang resmi.

3. Yugoslavia

Yugoslavia mengalami hiperinflasi pada tahun 1994, dimana tingkat inflasi harian mencapai 65 persen dan harga naik dua kali lipat setiap 34 jam. Pada awal tahun 1994, harga naik 313 juta persen per bulan.

Kala itu, warga Yugoslavia langsung buru-buru membelanjakan uang mereka ketika gajian untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pasar gelap di sana menggunakan mata uang deutsche mark Jerman dan dollar AS.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com