Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Memastikan Apakah Pelemahan Rupiah Saat Ini Sama dengan 1998

Kompas.com - 23/09/2018, 09:23 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS saat ini banyak dibandingkan dengan yang krisis ekonomi 1998.

Lantas, bagaimana cara memastikan apakah dengan nilai tukar yang sama-sama hampir Rp 15.000 per dollar AS mencerminkan kondisi serupa dengan saat krisis yang lalu?

"Meski sama-sama di angka Rp15.000, present value-nya beda. Kalau masih ada orang yang mengira-ngira itu sama, saya bisa bilang bahwa itu salah," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono dalam acara Kafe BCA On The Road di Yogyakarta, Sabtu (22/9/2018) malam.

Baca juga: Singgung Pelemahan Rupiah, SBY Bandingkan dengan Pemerintahannya Dulu

Tony menjelaskan, pada Oktober 1997, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih Rp2.300. Tiga bulan berikutnya, nilai tukar rupiah melemah sangat dalam menjadi Rp15.000 pada Januari 1998.

Sementara, pelemahan rupiah saat ini, dari level Rp13.700 pada awal 2018 menjadi hampir Rp15.000 per bulan September.

Ada pun belakangan ini nilai tukar rupiah mulai stabil pada level Rp14.800 sampai Rp14.900.

"Dari situ kami paham, rupiah sama-sama Rp 15.000 tapi maknanya berbeda. Kemudian, indikator ekonomi yang lain itu sangat berbeda," kata Tony.

Baca juga: 5 Perusahaan Indonesia Ini Paling Rentan Terdampak Pelemahan Rupiah

Indikator lain yang dimaksud salah satunya tingkat inflasi.

Pada 1998, inflasi tercatat sebesar 78 persen dan saat ini inflasi jauh lebih rendah dan dalam tingkat yang terkendali, yaitu sebesar 3,2 persen.

Dalam hal pertumbuhan ekonomi juga sangat berbeda. Pada 1998, pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,7 persen dan sekarang data terakhir pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen.

Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah ketahanan di sektor perbankan selaku jantung perekonomian Indonesia.

Tony mengungkapkan, hampir semua bank collapse saat krisis 1998.

Baca juga: Pemerintah Minta Masyarakat Tak Takut terhadap Pelemahan Rupiah

Dia menyontohkan, kala itu BCA bahkan sampai harus disuntik dana sebesar Rp60 triliun agar tetap bisa beroperasi.

"Apa yang terjadi sekarang? BCA tahun ini kira-kira labanya di atas Rp23 triliun. Pemerintah tahun 1998 harus nyuntik, rekapitalisasi perbankan kira-kira Rp650 triliun," ujar Tony.

Meski makna pelemahan rupiah Rp15.000 antara 1998 berbeda dengan saat ini, Tony tidak memungkiri masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah, misalnya menutup defisit BPJS Kesehatan.

Tetapi, dari segala segi, ekonomi Indonesia kini jauh lebih tahan sehingga tidak akan sampai pada kondisi krisis seperti yang dikhawatirkan sebagian kalangan.

Kompas TV Aksi unjuk rasa terkait pelemahan rupiah terhadap dollar AS berlangsung di Semarang, Banjarmasin dan Samarinda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Bank Sentral AS Sebut Kenaikan Suku Bunga Tak Dalam Waktu Dekat

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com