Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Terapkan Tarif Baru, China Batal Kirim Tim Negosiasi Dagang

Kompas.com - 23/09/2018, 12:02 WIB
Mutia Fauzia,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEIJING, KOMPAS.com - Rencana kunjungan Perdana Menteri China Liu He ke Amerika Serikat (AS) untuk melakukan negosiasi dagang dibatalkan. South China Morning Post, Sabtu (22/9/2018),  melaporkan China menyatakan AS harus memperbaiki dulu cara mereka bersikap dalam mengatasi perang tarif yang terjadi di antara kedua negara ekonomi terbesar dunia tersebut.

Delegasi yang dipimpin Perdana Menteri Liu itu sebelumnya direncanakan untuk melakukan diskusi di AS pada Senin besok dan Selasa lusa waktu setempat. Namun, rencana pertemuan tersebut dibatalkan seiring dengan AS yang dianggap tidak menunjukkan niat baik untuk mencari solusi mengatasi konflik.

Presiden AS Donald Trup justru meningkatkan tensi ketegangan di antara kedua negara dengan kembali menaikkan tarif impor sebesar 10 persen pada hampir setengah dari keseluruhan produk dari China.

Baca juga: Trump Minta Apple Berproduksi di AS untuk Hindari Dampak Tarif Impor

Jumat lalu, Kementerian Luar Negeri China menyatakan pandangannya bahwa kepercayaan dan penghargaan merupakan kunci mengatasi masalah perang dagang.

"Kami telah berulangkali menekankan bahwa dialog dan negosiasi harus dibangun atas dasar kesetaraan, integritas dan rasa saling menghormati, yag merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi perselisihan ekonomi dan perdagangan antara China dengan Amerika Serikat," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang kepada awak media.

"Tidak ada satupun yang dilakukan oleh AS menunjukkan ketulusan dan niatan baik. Kami berharap pihak AS mengambil langkah untuk memperbaiki kesalahannya," lanjut dia.

Namun kemungkinan hal tersebut terwujud sangatlah kecil, lantaran Presiden Trump baru-baru ini memberikan pernyataan bahwa sangat mungkin AS menerapkan lebih banyak tarif untuk produk impor China.

"Kami memiliki banyak peluru. Kami akan mengenakan 25 persen untuk 200 miliar dollar AS produk China. Dan kami akan melakukan lebih banyak lagi. Jika mereka membalas (tarif), kami memiliki lebih banyak untuk itu. Dan jika mereka ingin melakukan perjanjian, mari kita lihat apakah kita dapat melakukannya," ujar Presiden Trump.

Profesor Hubungan Internasional di Universitas Renmin Shi Yinhong mengatakan, kondisi saat ini terlalu panas untuk negosiasi dapat berlangsung efektif.

"Pengumuman tarif baru sebesar 200 miliar dollar AS produk China oleh pemerintah Trump mengindikasikan bahwa kedua negara belum cukup tenang untuk melanjutkan diskusi," ujar dia.

Hubungan keduanya pun memburuk Selasa lalu, setelah Washington memberlakukan tarif untuk militer China lantaran membeli jet tempur dan peralatan misil Rusia. Beijing pun memanggil Duta Besar AS untuk China Terru Branstad guna memprotes hal tersebut.

"Ini akan mencela diri jika China mengirim seseorang ke AS sekarang, karena situasinya telah berubah total," lanjut Shi.

"Tidak ada indikasi bahwa pembicaraan akan dilanjutkan karena tidak ada pihak yang menunjukkan tanda-tanda pelunakan," ujar dia.

Peneliti yang memiliki perhatian khusus terhadap hubungan AS dan China dari Caranegie-Tsinghua Cetre for Global Policy China Chen Qi pun sepakat dengan pernyataan Shi.

"Pekan lalu, Beijing menerima undangan AS untuk kembali beriskusi, namun ada tarif baru. Tanpa adanya kelonggaran, sulit bagi siapa pun yang mewakili China terlibat dengan AS dan mencapai kesepakatan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com