Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Iran: Harga Minyak Bisa Lebih Rendah Jika Trump Berhenti 'Ngetweet'

Kompas.com - 24/09/2018, 07:03 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Sumber CNBC

ALJAZAIR, KOMPAS.com - Pejabat Iran mengatakan, kebiasaan Presiden Trump berkicau melalui laman Twitternya memberikan pengaruh terhadap meningkatnya harga minyak. Menurut dia, Trump harus mengurangi intensitas unggahannya di Twitter untuk mengurangi lonjakan harga minyak.

"Pemerintah Trump memasukkan politik ke dalam OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak), serta berusaha untuk memecah belah anggotanya sehingga bisa mengamankan kepentingan mereka sendiri dengan mendapatkan harga yang lebih rendah dan seterusnya," ujar perwakilan OPEC Iran Hossein Kazempour, di Aljazair, Minggu (23/9/2018) waktu setempat.

Dikutip melalui CNBC, OPEC bersama dengan produsen minyak non anggota OPEC pada Januari 2017 membatasi produksi minyak sebagai tanggapan atas melimpahnya pasokan dan harga minyak yang terus menerus turun. Hal tersebut membuat perusahaan-perusahaan energi AS terpukul sehingga meningkatkan keresahan negara pengekspor.

Trump telah beberapa kali mengritik OPEC sebagai penyebab dari apa yang dia sebut inflasi harga minyak yang disengaja. Presiden AS menyebut OPEC telah memonopoli dan meminta untuk segera menurunkan kembali harga minyak.

Baca juga: Analis: Harga Minyak Bisa Tembus 90 Dollar AS per Barrel Dalam Waktu Dekat

Namun, OPEC membantah tuduhan Trump, sebab tujuan utama dari pembatasan produksi adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan pasar.

"Saya pikir apa yang mereka lakukan sebenarnya (membuat) harga lebih tinggi karena fundamentalnya bahkan tidak menjamin tingkat harga ini," kata Kazempor.

"Jika mereka diam, harga (minyak mentah) mungkin bisa lebih murah, saya yakin akan hal itu. Saya minta dia (Trump) untuk diam dan tidak mengunggah tweet apapun, dan Anda akan mendapatkan harga (minyak) yang lebih baik," tambah dia.

OPEC sedang berada dalam tekanan untuk meningkatkan output di tengah turunnya pasokan dalam jumlah tajam oleh beberapa eksportir terbesarnya.

Salah satunya Venezuela, yang produksi minyaknya turun drastis lantaran krisis ekonomi yang semakin dalam sekaligus sanksi tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat.

Selain itu juga Iran, yang menjadi target dari beberapa sanksi AS. AS menargetkan industri minyak Iran sejak Presiden Trump memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran yang ada sejak tahun 2015.

Sanksi yang pertama sudah dikenakan, dan sanksi lainnya akan diberikan pda bulan November mendatang. Pemeritah AS telah memberikan peringatan kepada perusahaan-perusahaan yang membeli minyak mentah dari Iran untuk menghentikan impor mereka di awal bulan November.

Eropa pun telah berusaha untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir tersebut dan memohon AS untuk melakukan pembebasan sanksi dari industri tertentu seperti keuangan dan energi. Tetapi Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin menolah permohonan itu, mengatakan sanksi tersebut bertujuan untuk memakasimalkan tekanan ekonomi terhadap Iran.

Kazempor mengatakan, tekanan politis yang diberikan AS kepada Iran dan OPEC tidak bisa diterima begitu saja.

"Saya pikir mereka tidak berusaha untuk menghancurkan Iran. Mereka berusaha untuk merubah perilaku Iran untuk isu-isu yang tidak berkaitan dengan minyak. Memanfaatkan minyak serta menggunakan politik untuk melawan OPEC hanyak untuk kepentingan individu tertentu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima. Bukan hanya oleh Iran, tetapi juga pihak lain," ujar Kazempour.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com