Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Emas Diprediksi "Bullish" di 2019

Kompas.com - 24/09/2018, 14:08 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Momentum penguatan harga emas diproyeksi akan muncul di tahun depan seiring dengan meningkatnya kekhawatiran atas defisit anggaran Amerika Serikat (AS) yang kian melebar. Selain itu, dampak perang dagang juga diperkirakan mulai merusak ekonomi AS.

Sebagai safe haven, Merrill Lynch Bank of Amerika memprediksi, tren bullish harga emas dapat mencapai level 1.350 dollar AS per ons troi pada 2019 mendatang.

Menutip Kontan.co.id, Senin (24/9/2018), Kepala Riset Komoditas dan Derivatif Global Bank of America Francisco Blanch mengatakan, hal ini sebagai efek dari reformasi pajak perusahaan yang memperburuk neraca fiskal AS.

Adapun, pagi ini harga emas kontrak pengiriman Desember 2018 di Commodity Exchange masih bertengger pada level US$ 1.200 per ons troi. Namun, Francisco menghitung harga rata-rata emas sepanjang 2018 ini senilai US$ 1.285.

"Pandangan kami terhadap harga emas masih cukup konstruktif untuk jangka yang lebih panjang," ujar Francisco dalam wawancaranya yang dikutip Bloomberg, Senin (24/9).

Memang, kinerja perekonomian AS relatif bagus saat ini, terutama akibat penguatan dollar dan tingkat suku bunga yang lebih tinggi.

Namun, dalam jangka panjang Francisco melihat hal ini akan berdampak pada defisit anggaran pemerintah AS yang melebar dan nantinya memberi dorongan positif bagi harga emas.

Kekhawatiran seputar defisit anggaran AS juga digemakan oleh Manajer Hedge Fund Ray Dalio yang melihat bulan ini sebagai awal penurunan ekonomi AS untuk dua tahun ke depan. Menurutnya, nilai dollar akan segera merosot seiring dengan langkah pemerintah mencetak lebih banyak uang untuk membiayai defisit yang membengkak.

Kantor Anggaran Kongres telah memperkirakan pemotongan pajak pemerintah AS, yang dikombinasikan dengan belanja federal baru, akan mendorong defisit anggaran menjadi US$ 1 triliun pada tahun 2020.

Departemen Keuangan AS pun akan terpaksa menaikkan penjualan surat utang atau obligasi ke tingkat yang mirip dengan situasi resesi pada 2009.

Adapun, Godman Sachs Inc, juga memiliki outlook yang sama terhadap emas dan melihat harganya berada pada lebel 1.325 dollar AS per ons troi untuk 12 bulan ke depan. Apalagi, harga emas telah menyentuh level support di level 1.200 dollar AS per ons, kerugian yang cukup dalam selama lima bulan terakhir dan terburuk sejak 2013.

Dalam jangka pendek, Francicso melihat, Federal Reserve menjadi penggerak utama yang menentukan jalur harga emas. Kenaikan suku bunga diharapkan terjadi pada pertemuan FOMC yang berakhir 26 September nanti.

Pasar akan mengkritisi pernyataan FOMC yang terkait dengan kekhawatiran terhadap pertumbuhan AS akibat tensi perdagangan yang dapat mengubah ekspektasi pengetatan moneter.

"Pada akhirnya perang dagang akan kembali menggigit AS," kata Francisco. "Ini bisa memakan waktu lebih lama, bisa lebih singkat, tapi pada akhirnya itu akan terjadi dan mungkin Fed akan mengakuinya lebih cepat. Ini akan memberi efek bullish pada emas dan sejak awal kita tahu bahwa perang dagang itu tidak baik untuk ekonomi," tandasnya.

 

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Bank of America, Goldman Sachs prediksi harga emas bullish tahun 2019

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com