BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Schneider

Mungkinkah Presensi Seminar Tak Perlu Lagi Pakai Tanda Tangan?

Kompas.com - 25/09/2018, 09:00 WIB
Haris Prahara,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di masa depan, menghadiri suatu forum bisnis atau seminar motivasi bisa jadi tak perlu repot berjejalan di meja registrasi. Apakah sebabnya?

Sudah menjadi kelaziman, meja registrasi suatu acara dipenuhi pena serta kertas berkolom nama dan tanda tangan.

Petugas lantas duduk bersampingan menjaga presensi tersebut, seolah tak ingin ada satu peserta pun yang lupa mengisinya.

Dengan kondisi seperti itu, hiruk pikuk acap kali tidak terhindarkan. Antrean panjang sering terjadi ketika para peserta kesulitan mencari namanya. 

Bila hal itu terjadi pada acara yang berlangsung satu hari, mungkin kita akan mafhum.

Namun, coba bayangkan apabila kita menghadiri suatu konferensi sekian hari dan mesti mengulang proses sama setiap harinya? Tentunya kondisi tersebut bisa terasa menjengkelkan.

Mungkin inilah saatnya meninggalkan cara konvensional semacam itu dan menatap era baru mengisi daftar hadir.

Teknologi mutakhir tersebut dikenal dengan nama kode QR.

Praktisnya presensi dengan bantuan kode QR turut dirasakan Kompas.com saat mengikuti Innovation Summit Asia 2018, di Singapura, pada 19-21 September lalu.

Dengan cukup mengenakan kartu tanda peserta yang telah dicetak sebelumnya, kami tak perlu lagi mengisi presensi tanda tangan seperti lazimnya.

Di kartu tersebut, terdapat nama peserta, asal instansi, serta sebuah kode QR.

Ilustrasi kode QRSHUTTERSTOCK Ilustrasi kode QR
Beberapa orang panitia telah siaga berdiri pada awal lorong menuju tempat acara. Mereka dibekali sebuah perangkat serupa ponsel.

Ketika tamu akan masuk ke dalam, mereka akan mengucap "permisi" dan lantas melakukan pemindaian terhadap kode QR di kartu peserta.

Sebuah sensor merah menyeruak dari perangkat sang panitia dan dalam hitungan sekitar tiga detik, bunyi "biiipp" muncul tanda pemindaian berhasil.

"Terima kasih. Data kehadiran Anda sudah kami rekam dan selamat menikmati acara," ujar seorang panitia yang memindai kartu peserta Kompas.com.

Lebih kurang begitulah dampak perkembangan teknologi digital terhadap perubahan gaya hidup manusia.

Proses yang biasanya rumit bisa dijadikan sederhana. Bahkan, dalam contoh di atas, bisa menghemat penggunaan kertas dan turut mendukung pelestarian lingkungan.

Digitalisasi

Kemajuan era digital dalam kehidupan manusia memang menjadi fokus dalam Innovation Summit yang diselenggarakan Schneider Electric tersebut.

Dalam paparan utamanya, Chairman and Chief Executive Officer Schneider Electric Jean-Pascal Tricoire mengatakan, dunia kian lama kian digital.

"Kondisi itu menjadi peluang bagi manusia untuk lebih terkoneksi. Inilah peluang untuk masa depan lebih baik," ujar Jean, Rabu (19/9/2018).

Sebagaimana riset Cisco Global Mobile Data Traffic Forecast, pada 2020, terdapat sedikitnya 5,5 miliar pengguna gawai di seluruh dunia. Angka tersebut mencapai 70 persen dari populasi global.

Ilustrasi digitalSHUTTERSTOCK Ilustrasi digital
"Di satu sisi, manusia memang kian tersambung. Akan tetapi, era digital menimbulkan tantangan atas terpenuhinya kebutuhan energi dengan cara lebih efisien," paparnya.

International Energy Agency dalam laporannya World Energy Outlook 2017, memprediksi kebutuhan energi global akan meningkat 40 persen pada 2040 mendatang.

Kondisi itu tentunya menjadi tantangan bagi manusia untuk mengembangkan energi lebih optimal sekaligus lebih ramah lingkungan.

"Inilah yang mendasari kami terus berupaya mengembangkan teknologi EcoStruxure," imbuh Jean.

Asal tahu saja, EcoStruxure merupakan inovasi manajemen energi yang dapat diterapkan untuk beragam industri, mulai dari ritel, perkantoran, manufaktur, dan lain sebagainya.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com