Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Bandara Ngurah Rai soal Reklamasi Demi Pertemuan IMF-Bank Dunia

Kompas.com - 25/09/2018, 10:38 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Angkasa Pura I wilayah bandara I Gusti Ngurah Rai terpaksa melakukan reklamasi area yang bersisian dengan bandara tersebut. Sebab, untuk acara pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia, perlu adanya peningkatan kapasitas bandara.

General Manager Bandara I Gusti Ngurah Rai Yanus Suprayogi mengatakan, hingga saat ini pihaknya telah melakukan reklamasi seluas 35,75 hektar. Sejak mulai diperintahkan membangun fasilitas sejak Mei 2017, bandara baru mendapat izin reklamasi pada Mei 2018 dan langsung bergerak.

Selama empat bulan terakhir, mereka mengebut pembangunan apron barat untuk memperluas area parkir pesawat. Selebihnya, masih ada 12,15 hektar yang belum dikelola karena belum keluar izinnya.

"Tapi pasirnya sudah di sini semua. Sehingga begitu izinnya dapat, langsung digeser," ujar Yanus di kompleks bandara I Gusti Ngurah Rai, Jakarta, Senin (24/9/2018).

Baca juga: Pertemuan IMF-Bank Dunia, Kesiapan Bandara Ngurah Rai 100 Persen

Izin yang dimaksud yakni izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk reklamasi di wilayah perairan. Meski begitu, kata Yanus, dengan keluarnya persetujuan gubernur Bali soal masterplan pembangunan bandara sebenarnya sudah mencakupi izin reklamasi dan lingkungan hidup.

Saat ini, pasir untuk reklamasi tersebut sudah dipersiapkan yang didapat dari laut sekitar Benoa. Butuh sekitar 2,6 juta kubik pasir untuk membuat reklamasi.

Yanus mengatakan, bukan hal mudah untuk melakukan reklamasi di perairan Bali. Apalagi dengan adanya pertentangan dari masyarakat dan LSM lingkungan.

"Di sini reklamasi adalah sesuatu yang tidak boleh terjadi. Kami harus meyakinkan bahwa ini fasilitas umum, kemudian berdampak multi efek luar biasa, jadi kami harus melakukan strategi," kata Yanus.

Yanus mengatakan, area bandara harus diperluas mengingat target pemerintah untuk menambah wisatawan 20 juta. Bali diharapkan dapat menyumbang 40 persen wisatawan tersbut. Akhirnya AP I mendapat kepercayaan masyarakat untuk melakukan reklamasi di area yang saat ini sudah dibangun sebagai tempat parkir pesawat. Namun, masih ada area "merah" yang belum mendapat izin.

"Area ini merupakan kawasan konservasi. Sudah kita tahu bersama bahwa kawasan ini tidak boleh dilakukan reklamasi atau penimbunan pasir," kata Yanus.

Sempat ada perdebatan sengit dengan masyarakat dan LSM soal kawasan seluas 12,15 hektar ini. Sampai akhirnya, diketahui bahwa dalam sejarahnya, sebelum 2014, kawasan konservasi terumbu karang ini tidak ada.

Hanya saja, saat ada pembangunan tol laut ada wilayah konservasi yang terdampak, maka area konservasi dipindahkan ke dekat bandara. Saat itu tak ada perkiraan bahwa bandara akan dikembangkan.

Setelah dilakukan penyelaman untuk melihat kondisi konservasi, ternyata hanya 10 persen karang yang hidup. Selebihnya mati karena tidak ada perawatan dan pemeliharaan. AP I pun mengaku tak tahu sebelumnya bahwa kawasan itu merupakan area konservasi terumbu karang sehingga tak melakukan pemeliharaan.

"Saya sebenarnya mau pindahin karang ini kalau diizinkan karena keperluan manusianya lebih banyak," kata Yanus.

Yanus pun mengajak aktivis yang memprotes reklamasi untuk menyelam dan melihat sendiri kondisi di bawah laut. Menurut dia, jika hanya 10 persen karang yang hidup, maka area konservasi dianggap tidak layak atau dianggap tidak ada.

"Namun karena ini bentuknya Perpres, kita tidak bisa mengelolanya dulu. Masih menunggu instruksi," kata Yanus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com