Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Terus Melemah, Analis Soroti Keputusan BI Soal Suku Bunga

Kompas.com - 25/09/2018, 15:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu perang dagang Amerika Serikat dan China masih menjadi penyebab melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Diketahui, kurs rupiah saat ini turun di level Rp 14.900.

Research Analyst FXTM Lukman Otunuga mengatakan, investor memilih untuk waspada di awal pekan perdagangan ini setelah China membatalkan rencana negosiasi dagang dengan pemerintah AS di akhir pekan.

Sentimen pasar semakin memburuk di saat Presiden Donald Trump mulai memberlakukan tarif terhadap barang asal China senilai 200 miliar dollar AS pada Senin.

"China diperkirakan untuk membalas dengan tarif terhadap 60 miliar dollar AS terhadap barang asal Amerika, sehingga penghindaran risiko sepertinya akan semakin tinggi dan semakin menekan Rupiah serta mata uang pasar berkembang lainnya," ujar Lukman dalam keterangan tertulis, Selasa (25/9/2018).

Di sisi lain, fokus cukup besar juga akan tertuju pada rapat The Fed pekan ini. Suku bunga AS diprediksi akan ditingkatkan pada September dan kemungkinan naik keempat kainya pada Desember 2018.

"Kenaikan suku bunga mendatang ini sudah sangat diperhitungkan dalam harga saat ini, namun masih dapat memicu arus keluar modal dari pasar berkembang, termasuk Indonesia," kata Lukman.

Seiring naiknya suku bunga The Fed, menurut Lukman, Bank Indonesia akan menjadi sorotan. Bank sentral diperkirakan juga akan meningkatkan suku bunga untuk kelima kalinya sejak pertengahan Mei 2018.

Sebagaimana dilakukan sebelumnya, hal ini untuk mendongkrak nilai rupiah. Namun, Lukman memprediksi kenaikan suku bunga BI tak akan banyak menolong.

"Namun penurunan berulang kali dalam beberapa pekan terakhir memastikan bahwa Rupiah tetap tertekan oleh berbagai faktor eksternal," kata Lukman.

Lukman mengatakan, ketegangan perdagangan AS-China memicu ketidakpastian dan ekspektasi kenaikan suku bunga Fed mendukung dollar AS. Sehingga Rupiah tetap rentan mengalami kejutan negatif.

Dari aspek teknis, kurs rupiah akan terus bertengger di level Rp 14.900 per dollar AS dalam jangka pendek jika dollar AS terus diuntungkan oleh arus safe haven.

Dari pasar komoditas, harga minyak mentah Brent kembali melonjak di atas 80 dollar AS pada Senin (24/9/2018). Nilai tersebut untuk menguji kembali level tertinggi bulan Mei sebesar 80,5 dollar AS setelah OPEC dan Rusia menolak menjanjikan produksi tambahan di rapat di Aljazair.

Presiden AS Donald Trump sempat membuat tweet bahwa AS melindungi negara-negara Timur Tengah.

"Mereka tidak akan aman untuk waktu yang lama tanpa kami, dan tetap saja mereka mendorong harga minyak terus naik dan naik! Kami tak akan lupa. Monopoli OPEC harus menurunkan harga sekarang juga!" kicau Trump di akun Twitternya.

Meski demikian, kata Lukman, OPEC dan rekan-rekannya tidak melihat keperluan untuk meningkatkan produksi karena pasokan pasar sudah cukup.

"Keputusan OPEC dapat membuat harga minyak mentah Brent semakin meroket karena jika harga melampaui 80,6 dollar AS maka dapat memicu aksi beli teknikal, dengan level penting 85 dollar AS," kata Lukman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com