PRABUMULIH, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa menginginkan tiap desa di Indonesia memiliki sub penyalur BBM bersubsidi.
Penyalur BBM bersubsidi diharapkan ada utamanya di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Hal ini untuk mempermudah akses masyarakat untuk menjangkau BBM di tingkat penyalur.
"Minimal satu desa satu kalau saya usulkan. Tapi konsumen penggunanya tertutup ya," ujar pria yang akrab disapa Ifan itu di Prabumulih, Sumatera Selatan, Rabu (3/10/2018).
Ifan menjelaskan, saat ini baru ada 7.445 SPBU yang ada di seluruh Indonesia. Menurut dia, jumlah itu tak ideal untuk memenuhi kebutuhan BBM masyarakat.
Selama ini masyarakat yang tinggal jauh dari lokasi SPBU mengandalkan pengecer untuk membeli BBM. Padahal, pengecer memasang harga jauh lebih tinggi daripada harga yang dipatok Pertamina.
Dengan adanya sub penyalur di tiap desa, maka BBM subsidi bisa lebih mudah didapatkan.
"Satu SPBU itu untuk wilayah non Jawa memiliki jangkauan 500 KM melayaninya, kan enggak logis. Di wilayah 3T (terluar, terdalam, terdepan) 1.200 KM. Makanya harus ada sub penyalur," kata Ifan.
Ifan mengakui, harga BBM di sub penyalur lebih mahal dari pada di SBPU. Menurut Ifan perbedaan harga tersebut karena adanya biaya angkut.
Dia mencontohkan, harga BBm di subpenyalur di Asmat, Papua memiliki margin sekitar Rp 1.500 dari harga normal.
"Kalau harga, itu namanya biaya angkut, bukan margin. Jadi biaya angkutnya misalnya jual solar itu boleh ada biaya angkutnya yang diatur oleh Bupati. Kita maunya harganya dibawah pengecer, jadi dengan begitu suatu saat pengecer habis semua," ucap Ifan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.