Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekonom: Aliran Modal Masuk Belum Maksimal, karena Suku Bunga BI Belum Menarik

Kompas.com - 04/10/2018, 09:36 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate dari Bank Indonesia dinilai belum maksimal menarik minat investor untuk mengalihkan dananya ke Indonesia.

Tingkat ketertarikan suku bunga itu dibandingkan dengan kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat, Fed Fund Rate, yang sudah naik 200 basis poin, dari 0,25 persen jadi 2,25 persen.

"Sementara suku bunga di kita baru naik 150 basis poin, dari 4,25 persen jadi 5,75 persen. Masih belum ahead the curve," kata Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono saat ditemui di DPR RI, Rabu (3/10/2018).

Dengan begitu, ada selisih 50 basis poin untuk BI 7-Day Reverse Repo Rate dibandingkan dengan Fed Fund Rate. Selisih tersebut menjadi pertimbangan investor yang melihat investasi di AS lebih menarik ketimbang di Indonesia, terlebih ekonomi di sana sedang tumbuh positif hampir di semua sektor.

Tony menyarankan agar BI mengevaluasi kembali BI 7-Day Reverse Repo Rate. Evaluasi ditujukan untuk mencari tahu berapa tingkat suku bunga yang menarik bagi investor sehingga bisa menahan pelemahan nilai tukar rupiah.

"BI perlu evaluasi kembali, apakah suku bunga yang sekarang sudah atraktif untuk menahan (pelemahan) rupiah. Bagi kita mungkin (kenaikan suku bunga) sudah cukup banyak, tapi investor belum cukup diyakinkan," tutur Tony.

Secara terpisah, Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui aliran modal masuk ke Indonesia belum maksimal. Hampir di seluruh dunia, ramai-ramai investor mengalihkan dananya kembali ke AS, mengakibatkan nilai tukar mata uang negara-negara berkembang melemah.

"Sekarang investasi portofolio sedang susah. Salah satu caranya, kita harus menakar suku bunga kita cukup menarik tidak untuk masuknya aliran modal asing," ujar Perry.

Menurut Perry, BI sudah mengutamakan kebijakan yang ahead the curve atau mendahului kecenderungan. Kecenderungan yang dimaksud yaitu lebih dulu menaikkan suku bunga acuan sebelum bank sentral AS atau The Fed menaikkan Fed Fund Rate.

Namun, kembalinya arus modal ke AS merupakan hal yang tak terelakkan. Sehingga, kenaikan suku bunga di Indonesia paling tidak bisa meredam agar keluarnya aliran modal asing dari Tanah Air tidak terlalu deras.

Meski begitu, Perry memperkirakan investor akan segera beralih lagi ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini didukung sejumlah data ekonomi Indonesia yang positif, seperti pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen serta inflasi yang terjaga di bawah target 3,5 persen untuk tahun ini.

"Sekarang pun mereka sudah mulai menanamkan kembali ke emerging market, termasuk Indonesia. Tahun depan, saya meyakini mereka akan semakin banyak menanamkan kembali ke emerging market sehingga arus modal bisa masuk dan bisa menutup kekurangan dari devisa," sebut Perry.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com