Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memahami Rupiah Lewat Pendekatan Aeronautical Habibie

Kompas.com - 09/10/2018, 13:04 WIB
Yoga Sukmana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kondisi rupiah masih terus tertekan hingga melemah menembus posisi Rp 15.200 per dollar AS. Padahal Bank Indonesia telah menggelontorkan begitu banyak cadangan devisa untuk mengangkat mata uang Garuda tersebut.

Tengok aja cadangan devisa pada Januari 2018 masih sebesar 132 miliar dollar AS. Per September 2017, angkanya menyusut tajam menjadi 115 miliar dollar AS.

Apakah gelontoran uang itu membuat rupiah menguat? Faktanya rupiah masih melemah. Membaiknya kondisi ekonomi AS membuat dollar AS kian perkasa, tak hanya terhadap rupiah, namun juga berbagai mata uang negara lain.

Di tengah kondisi itu, beberapa pihak mulai cemas. Pengusaha yang masih bergantung kepada barang impor sudah pasti terpukul oleh pelemahan rupiah.

Baca juga: Rini: Pelemahan Rupiah Bisa Menarik Investor Asing

Beberapa ekonom meyakini tekanan kepada rupiah belum akan usai, paling tidak hingga akhir pekan ini, mata uang Garuda diperkirakan akan tetap berada di atas Rp 15.000 per dollar AS.

Adapun sebagain pihak mulai khawatir rupiah terus terjerembab seperti yang terjadi pada krisis 1998 silam. Saat itu nilai tukar rupiah tembus ke posisi Rp 17.000 per dollar AS.

Namun dengan berbagai langkah tepat dan terukur, rupiah bisa merangkak naik hingga Rp 6.500 per dollar AS pada masa Presiden BJ Habibie.

Keberhasilan "pemerintahan transisi" BJ Habibie membuat rupiah perkasa pun diapresiasi banyak pihak, tak terkecuali para ekonom yang kerap mengkritiknya.

Pendekatan Aeronautical

Habibie bukanlah seorang ahli ekonomi. Ia seorang engineer pesawat terbang. Hal itulah yang membuat banyak ekonom tak yakin Habibie mampu mengangkat ekonomi Indonesia paska-krisis 1998.

Namun hasil berkata lain, pemerintahan Habibie justru mampu menjawab pesimisme itu. Pendekatan Habibie dalam melihat kondisi ekonomi, termasuk nilai tukar rupiah menjadi pembeda.

Habibie memahami kondisi ekonomi menggunakan pendekatan aeronautical atau aeronautika. Ia melihat kejatuhan rupiah pada 1998 ibarat pesawat terbang dalam keadaan stall.

Stall merupakan posisi saat pesawat kehilangan daya angkat. Bagian depan pesawat mengarah ke atas dengan sudut lebih dari 15 derajat. Kondisi ini bisa menyebabkan pesawat jatuh.

"Bayangkan pesawat sudah stall, mau jatuh, sama dia bisa stabil lagi sehingga cruising (terbang datar), descending (pesawat terbang turun), dan bisa soft landing," kata ekonom Umar Juoro di Habibie Center, Jakarta, Senin (8/10/2018).

Baca juga: Rupiah Makin Loyo, Sri Mulyani Sebut karena Defisit Italia

Ilustrasi rupiahiStockphoto/danikancil Ilustrasi rupiah
Habibie tak melihat kondisi ekonomi dan rupiah dari sisi statik ekonomi. Namun melihat dari sisi yang dinamik aeronautika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com