Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudah Waktunya Harga BBM Subsidi Naik?

Kompas.com - 12/10/2018, 07:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mempertahankan harga bahan bakar minyak subsidi tak ikut naik menyusul kenaikan bahan bakar nonsubsidi seperti Pertamax dan Biosolar. 

Presiden Joko Widodo membatalkan kenaikan harga premium yang sebelumnya telah diumumkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Rencananya, harga premium naik menjadi Rp 7.000 per liter untuk di daerah Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) dan Rp 6.900 per liter untuk di luar Jamali.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, batalnya kenaikan harga BBM akan semakin menghimpit PT Pertamina (Persero). Selama ini, anggaran Pertamina defisit karena menanggung beban untuk subsidi.

"Yang kasihan Pertamina kalau menanggung harga penjualan dengan harga perekonomian yang melebar. Imbasnya, cashflow Pertamina akan tergerus," ujar Bhima kepada Kompas.com, Kamis (12/10/2018).

Jika arus kas Pertamina terus tergerus, maka APBN juga menyuntik dana lebih besar. Imbasnya, APBN juga ikut menanggung bebannya.

Dalam 1,5 tahun ini, harga BBM subsidi tak beranjak. Padahal, dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak mentah dunia terus meroket hingga tembus 85 dollar AS per barrel.

Apakah sudah saatnya harga BBM subsidi naik? Bhima mengatakan, langkah itu bisa diambil secara berkala. Semestinya, kata dia, pemerintah menaikkan harga secara bertahap. Bukannya sekali harganya naik langsung tinggi.

"Kalau mau naik, naiknya secara gradual. Jangan maju mundur, jadi perencanaannya dalam jangka panjang," kata Bhima.

Sementara itu, pengamat pasar modal Satrio Utomo menganggap ini saat yang tepat untuk menaikkan harga BBM subsidi. Jika tidak dilakukan sekarang, maka defisit anggaran Pertamina makin melebar.

Hal ini akan berimbas pada elektabilitas Presiden Joko Widodo yang kembali maju sebagai petahana dalam Pilpres 2019.

"Daripada menelan racun nanti, mending sekarang kan," kata Satrio.

Satrio menganggap posisi Presiden Jokowi saat ini sedang sulit. Di satu sisi, Pertamina harus diselamatkan.

Di sisi lain, muncul kekhawatiran jika menaikkan harga BBM subsidi, muncul pergolakan di masyarakat. Namun, Satrio meyakini dampak pasca kenaikan harga BBM subsidi sifatnya hanya sementara.

Pasar pun tak akan menunjukan pergolakan yang signifikan. Apalagi, keberadaan premiun saat ini sudah jarang ditemui. Orang sudah beralih ke jenis BBM lainnya.

"Pemilu tahun depan masih jauh sehingga impact terhadap elektabilitas Jokowi mungkin hanya short-term dan tidak akan buat Jokowi kalah," kata Satrio.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com