Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Dorong Dunia Serius Perangi Kejahatan Lintas Negara di Industri Perikanan

Kompas.com - 15/10/2018, 19:21 WIB
Ana Shofiana Syatiri

Penulis

COPENHAGEN, KOMPAS.com - Indonesia kembali mengingatkan dunia mengenai Transnational Organized Crime (TOC) atau Kejahatan Lintas Negara di industri perikanan. Kejahatan ini disebut sebagai ancaman terbesar bagi sumber alam yang ada di laut.

“Ancaman ini bukan hanya mengancam keamanan sumber makanan kita, tetapi juga memberi efek negatif pada ekonomi, membahayakan lingkungan, dan menggerogoti hak asasi umat manusia,” kata Mas Achmad Santosa, Koordinator Staf Khusus Satuan Tugas Nasional Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal yang juga Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan. 

Hal itu disampaikannya dalam The 4th International Symposium on Fisheries Crime di UN City, Copenhagen, Denmark, Senin (15/10/2018), membacakan sambutan Menteri Kelautan Perikanan Susi Pudjiastuti yang berhalangan datang.

Dalam sambutannya, Menteri Susi menyebut kejahatan lintas negara yang tidak mematuhi hukum ini menjadi momok bagi kedaulatan bangsa.

Baca juga: Jokowi dan Presiden Namibia Teken MoU tentang Illegal Fishing

“Indonesia menjadi saksi bagaimana kapal seperti FV Viking dan STS-50 bisa berkeliaran di lautan, memalsukan identitas negara lain, dan dengan bebas mengeksplotasi sumber ikan tanpa ada izin,” baca Mas Achmad.

 

Modus operasi

Rantai kejahatan ini disebut sangat kompleks. Aktor intelektual di belakangnya kadang menutupi identitas mereka dengan memalsukan dokumen, menghindari pajak, dan beroperasi di bawah perusahaan-perusahaan tidak jelas kegiatannya.

Kapal-kapal itu juga menggunakan kedok bendera yang terdaftar namun pemiliknya berbeda dan melakukan pengiriman di laut untuk memindahkan hasil tangkapan sebelum diekspor untuk menghindari pemantauan.

Baca juga: Kapal Politeknik Negeri Pontianak Jadi Pelaku Illegal Fishing

kejahatan lintas negara dalam industri perikanan juga biasanya melibatkan kejahatan lain dan melanggar hak asasi manusia. Mereka menyelundupkan barang-barang, obat-obatan terlarang, dan spesies yang terancam punah dan menggunakan korban perdagangan manusia sebagai kru mereka. 

 

Dorongan Indonesia pada dunia

Perwakilan Indonesia di 4th International Symposium on Fisheries Crime, Copenhagen, Senin (15/10/2018). Ketiga dari kiri Mas Achmad Santosa (Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan) dan sebelah kanannya Wakil Dubes RI untuk Denmark Joevi Mincon.KOMPAS.COM/ANA SHOFIANA SYATIRI Perwakilan Indonesia di 4th International Symposium on Fisheries Crime, Copenhagen, Senin (15/10/2018). Ketiga dari kiri Mas Achmad Santosa (Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan) dan sebelah kanannya Wakil Dubes RI untuk Denmark Joevi Mincon.
Menteri Susi dalam sambutannya mendorong agar simposium internasional ini harus menciptakan target nyata atau untuk mengundang komitmen aksi yang terukur dari berbagai pemangku kepentingan untuk memerangi kejahatan lintas negara dalam industri perikanan ini.

Pertama, pengakuan tentang ocean (legal) right dengan mengubah paradigma berfikir antroposentrisme menjadi ecosentrime. Perubahan paradigma ini akan melahirkan kewajiban negara untuk memberikan suatu perlindungan yang lebih sungguh-sungguh terhadap laut.

Kedua, pelarangan transshipment di lautan termasuk laut lepas yang merupakan langkah untuk mencegah TOC dalam industri perikanan. Mengingat 40% transshipment berlokasi di laut lepas.

"Menteri Kelautan Perikanan menjelaskan bahwa semakin bangsa-bangsa di dunia memiliki kemampuan untuk menjaga kesehatan laut maka semakin mampu untuk menjaga bahkan meningkatkan nilai ekonomi dari laut itu sendiri (healthy ocean=wealthy ocean)," ujarnya.

Baca juga: Tangkal Illegal Fishing Pakai Inovasi Digital, Menteri Susi Dapat Penghargaan

 

Dampak pengawasan dan penegakan hukum

Dengan memantau laut lepas, kata Susi, setidaknya 40 persen pemindahan yang terjadi di laut lepas dapat terpantau. Selain itu, dengan sistem penegakan satu atap, dapat mengurangi koordinasi antar-badan yang sangat penting untuk melaksanakan langkah-langkah penegakan yang efektif. 

“Kita harus memperkuat kolaborasi global untuk memerangi kejahatan lintas negara di industri perikanan,” ujarnya.

Disebutkan juga, penangkapan kapal FV Viking dan STS-50 yang dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Sabang merupakan contoh keberhasilan dari kolaborasi global tersebut. Menteri Susi menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja sama yang efektif dengan Interpol.

Baca juga: KKP Tangkap 2 Kapal Berbendera Vietnam yang Diduga Illegal Fishing

Menteri Susi juga memberikan apresiasi kepada pihak yang selama ini telah menjadi motor dari penyelenggaraan Symposium on Fisheries Crime.

MKP juga menyampaikan terima kasih kepada para penyelenggara (co-host) seperti UNDP, UNODC, Nordic Council of Ministers, PESCADOLUS Network dan North Atlantic Fisheries Inteligence Group (NAFIG), di samping pemerintah Norwegia dan pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara.

Acara Simposium Internasional Kejahatan Perikanan ini dihadiri 65 negara, di antaranya Australia, Kanada, Jerman, Norwegia, Ghana, Namibia, Somalia, dan lainnya. Acara berlangsung pada 15 hingga 17 Oktober 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com