Benarlah Jack Ma saat berbicara di IMF-World Bank Group annual meeting beberapa hari yang lalu, "tiga puluh tahun yang lalu, jika tidak ada aliran listrik, maka negara tersebut tidak memiliki harapan. Sekarang, acuannya bukan lagi aliran listrik, melainkan koneksi internet."
Akses internet yang buruk sama artinya dengan hilangnya kesempatan anak-anak muda untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan.
Perlu dicatat, di Asia Tenggara saat ini sudah ada 8 Unicorn dan setengahnya berasal dari Indonesia. Mereka antara lain: Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak. Begitupun dengan nilai pendanaan yang didapat Indonesia dari venture capital selama tiga tahun ini mencapai 38 persen dari total pendanaan di Asia Tenggara.
Dampak Perdagangan Online
Dengan pencapaian saat ini saja, dampak yang dihasilkan luar biasa. Mengacu pada laporan McKinsey (2018), perdagangan online memiliki dampak di empat area. Pertama, financial benefits. Saya kira ini jelas. Indonesia adalah pasar terbesar untuk e-commerce di Asia Tenggara. Nilainya saat ini kurang lebih 2,5 milyar dollar dan akan menjadi 20 milyar dollar di tahun 2022.
Nilainya meningkat delapan kali dalam kurun lima tahun. Untuk diketahui, 30 persen dari penjualan e-commerce adalah konsumsi baru yang tidak pernah terjadi di perdagangan offline.
Kedua, job creation. Diperkirakan akan ada 26 juta pekerjaan baru di tahun 2022 akibat dari ekonomi digital ini yang kebanyakan dipengaruhi oleh perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Agaknya ini juga yang membuat Jack Ma membuat strategi agar Alibaba fokus pada UMKM di China. Bahkan Jack Ma mengatakan “helping small business to make money is the key”.
Lalu, buyer benefits. Ini bisa dilihat dari harga-harga di marketplace e-commerce yang biasanya lebih murah dari offline. Dengan berbelanja online, konsumen di luar Jawa dapat menghemat 11 sampai 25 persen dibandingkan berbelanja di ritel tradisional.
Terakhir, social equality. Mungkin ini dampak yang kurang kita sadari. Ekonomi digital telah berdampak terhadap kesetaraan gender, inklusi layanan keuangan, pemerataan pertumbuhan dan masalah sosial lainnya. Faktanya, wanita menikmati 35 persen “kue” penjualan online dibandingkan dengan 15 persen pada ritel tradisional. Ini artinya kesetaraan gender memungkinkan dicapai melalui ekonomi digital.
Begitupun dengan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan yang semakin dinikmati masyarakat. Dengan adanya ekonomi digital, bisnis kecil yang awalnya hanya menjual produknya di kota asalnya saat ini bisa menjual produknya ke luar kota bahkan luar negeri.
Membangun Ekosistem Digital
Singkat kata, pertemuan IMF-World Bank Group ini sangat spesial bagi Indonesia. Lucu kalau masih ada yang mengaitkan dengan utang, sebab agenda yang dibahas bukan soal pinjaman sungguhpun dilaksanakan oleh lembaga pemberi pinjaman. Kita berpikir sehat saja. Ambil manfaatnya untuk masa depan perekonomian kita. Bukankah dunia sedang dipenuhi banyak kerisauan dan mentalitas kalah?
Jadi, kita benahi saja PR-PR yang belum dikerjakan. Tetap fokus, bangun masa depan. Ekosistem digital harus terus dibangun, karena ia memainkan peran untuk membentuk interkoneksi yang membuat segalanya menjadi terhubung. Ini artinya pembangunan infrastruktur logistik harus terus diupayakan.
Begitupun dengan sistem pembayaran digital Indonesia yang masih tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Disini peran fintech yang melayani cashless payment sangat diharapkan untuk mendorong shifting sistem pembayaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.