Biaya ini juga nanti akan tertutup oleh laba bersih PTFI yang rata-rata dia tas Rp 2 miliar dollar AS per tahun setelah 2022.
Direktur Eksekutif RefoMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyakini hal tesebut
"Kalau produksi sudah jalan, otomatis ada revenue. Dan kalau beli PTFI maka Inalum kan dapat sharing-nya, tidak hanya dapat deviden. Mereka berani hutang Rp55 triliun pasti sudah ada kalkulasinya," ujar Komaidi.
4. Tidak bisa diambil gratis
Jika menunggu hingga kontrak karya (KK) habis di tahun 2021, bukan serta-merta Indonesia bisa memperoleh Freeport secara gratis.
Justru, biayanya lebih besar dibandingkan dengan yang harus dikeluarkan sekarang, yaitu lebih dari 6 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 87 triliun sesuai harga buku tahun 2017.
KK Freeport ini tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas (migas). Di sektor ini jika konsesi berakhir, maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina.
Di migas pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah, setelah sebelumnya membayar perusahaan migas lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahunnya.
5. Risiko digugat di pengadilan internasional
Pemerintah Indonesia dan FCX berbeda pendapat terkait masa berakhirnya KK di 2021. FCX bersikukuh mendapat perpanjangan dua kali 10 tahun (hingga 2041).
Perbedaan ini berisiko berakhir di pengadilan internasional (arbitrase) dan tidak ada jaminan Indonesia akan menang.
Jika kalah, tidak hanya pemerintah diwajibkan membayar ganti rugi senilai miliaran dollar Amerika ke FCX.
Seluruh aset pemerintah di luar negeri dapat disita jika pemerintah tidak memberikan indikasi akan membayar ganti rugi tersebut. Belum lagi, prosesnya rumit dan memakan waktu lama.
6. Manfaat bagi Indonesia
Meski banyak tuduhan PTFI tidak memberikan kontribusi ke Indonesia, nyatanya PTFI adalah salah satu pembayar pajak terbesar di Indonesia.