KOMPAS.com – Pemerintah tetap melarang penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau pekerja migran pada pengguna perseorangan ke kawasan Timur Tengah.
Dengan demikian, Peraturan Menteri Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah, tetap berlaku.
“Sampai sekarang, pemerintah tidak mencabut larangan pengiriman pekerja migran untuk pengguna perseorangan ke Saudi Arabia dan negara Timur Tengah lainnya,” kata Direktur Jenderal Pembinaan, Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan, Maruli A. Hasoloan, dalam keterangan resminya, Selasa (16/10/2018).
Maruli merasa perlu menjelaskan hal ini guna menghindari pemahaman keliru ke masyarakat menyusul disepakatinya kerja sama uji coba (pilot project) secara terbatas Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) pekerja migran antara pemerintah Indonesia dengan Saudi Arabia.
Memang, lanjut Maruli, kerja sama tersebut terkait penempatan pekerja migran Indonesia pada sektor domestik. Namun tidak berarti calon pekerja migran bisa berangkat dengan mudah.
Uji coba hanya untuk jumlah terbatas dan untuk enam profesi saja, yaitu baby sitter, family cook, elderly caretaker, family driver, child careworker, housekeeper.
Penampatannya pun terbatas hanya di Jeddah, Madinah, Riyadh, Damam, Qobar dan Dahran.
Calon pekerja migran juga harus mengikuti pelatihan dan memiiki sertifikat kompetensi dan mendaftarkan diri ke Dinas Tenaga Kerja setempat atau Layanan Terpadu Satu Atap di daerah. Bukan melalui perusahaan jasa penempatan swasta.
“Informasi ini harus sampai ke masyarakat agar calon pekerja migran terhindar dari penempatan pekerja migran secara ilegal yang dilakukan oleh pihak tertentu,” jelas Maruli.
Pada Kamis (11/10/2018), pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia menyepakati kerja sama bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal pekerja migran Indonesia.
BACA JUGA: Indonesia dan Arab Saudi Bikin Sistem Satu Kanal Penempatan Pekerja Migran
Penandatanganan kerja sama dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz Alrajhi.
Di antaranya kontrak kerja tak lagi dengan kafalah (majikan perseorangan), melainkan dengan syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan bertanggung jawab kepada pemerintah Arab Saudi).
Hal ini memudahkan bagi pekerja migran maupun pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia memberikan perlindungan kepada pekerja migran.