Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sariwangi Pailit, Bagaimana Keadaan Industri Teh Indonesia?

Kompas.com - 19/10/2018, 05:46 WIB
Putri Syifa Nurfadilah,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) maupun PT Maskapai Perkebunan Indorub Sumber Wadung (Indorub) dinyatakan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Ada cerita lain dari pailitnya kedua perusahaan yang berkecimpung di industri teh tersebut. Ketua Eksekutif Dewan Teh Indonesia (DTI) Suharyo Husen menyatakan, industri teh Tanah Air saat ini sedang berjuang menuju titik untuk mengulang masa kejayaannya dulu.

Salah satunya bisa dilihat dari tingkat konsumsi masyarakat yang masih stagnan. Padahal secara ekonomi dan penduduk, Indonesia terus bertumbuh. Dari jumlah 260 juta lebih penduduk Indonesia, jumlah konsumsi teh tanah air masih 350 gram per tahun per kapita.

Jumlah konsumsi tersebut masih sama dengan jumlah konsumsi per kapita di tahun 1970-an ketika industri teh dalam masa kejayaannya.

Baca juga: Sariwangi, Si Pelopor Teh Celup di Indonesia yang Berakhir Tragis

"Sekarang penduduk kita sudah 260 juta lebih, tapi konsumsinya masih 350 gram (per tahun per kapita)," kata dia di Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Suharyo berharap dapat meningkatkan angka tersebut hingga 500 gram per kapita per tahun.

"Bila konsumsi hingga 500 gram, produksi teh dalam negeri juga bisa lebih berkembang, bisa ekspor banyak karena teh kita berkualitas," sebutnya.

Dari segi lahan, perkebunan teh juga semakin menyusut.  "Dulu lahan bisa mencapai hingga 160.000 hektar, sekarang hanya 117.000 hektar," ujarnya.

Dia menjelaskan, berkurangnya lahan tersebut karena beberapa faktor, di antaranya alih fungsi lahan dengan komoditas yang lebih menguntungkan seperti kelapa sawit.

"Mungkin alasannya karena ekonomi dan kebutuhan komersial, mungkin kalau teh saja kurang dari segi bisnisnya," ucap dia.

Dari 117.000 hektar lahan tersebut, terdapat 53.000 hektar milik petani, dan sisanya milik korporasi baik swasta maupun milik pemerintah.

Menurut dia, sebenarnya ada gerakan yang digagas tahun 2014, yakni Gerakan Penyelamatan Agribisnis Teh Nasional untuk memastikan ketersediaan dan produksi pada lahan teh yang hanya seluas 117.000 hektar itu.

Sementara dari segi produksi, saat ini petani memproduksi rata-rata sekitar 1 ton per hektar per tahun. Sementara korporasi sekitar 2,5-3 ton per hektar per tahun.

"Sebenarnya untuk petani sedang didorong untuk jadi 2,5 ton per hektar. Jadi dari 53.000 hektar sekarang sudah 15.000 hektar yang diperbaiki. Sekarang kondisi industri teh kita sudah mulai menunjukan perbaikan. Tiap tahun juga selalu rutin ada perbaikan sekitar 5.000 hektar," ujarnya.

Dengan berbagai hal ini, menurut Suharyo, Indonesia tetap masih dinilai baik produk tehnya di dunia.  Dengan produksi total 130.000 ton per tahun, 60 persennya untuk ekspor ke mancanegara, sedangkan sisanya untuk kebutuhan dalam negeri.

"Sekarang harga jual produk teh kita sudah membaik, sekitar 2,2 dollar AS per kg, tetapi jumlah itu masih di bawah Sri Lanka yang 3 dollar AS per kg," sebutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com