KOMPAS.com - Saat ini, industri perunggasan Indonesia terus berkembang dengan pesat. Hal ini dibuktikan dengan telah dilakukannya ekspor hatching eggs atau telur tetas ayam dan produk daging ayam olahan ke beberapa negara sepanjang tahun 2018.
Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong ekspor komoditas tersebut. Salah satunya melalui sertifikasi agar sesuai dengan standar kesehatan sehingga diterima negara-negara tujuan.
Direktur Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita mengatakan, salah satu yang sangat berpengaruh dalam ekspor produk hewan adakah status kesehatan peternakan.
Kata dia, untuk mendapatkan persetujuan dari negara calon pengimpor tidaklah mudah. Ini karena telur dan daging ayam harus berasal dari peternakan yang telah mendapatkan sertifikat.
“Yaitu sertifikat kompartemen bebas penyakit avian influenza (AI) atau flu burung dan sertifikat veteriner yang telah dikembangkan pemerintah,” ungkapnya di Jakarta, Jumat (26/10/2018), seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima.
Dia menjelaskan sebelum tahun 2003, Indonesia telah mengekspor daging ayam segar dingin dan beku ke beberapa negara antara lain Jepang dan Timur Tengah. Namun dengan munculnya wabah penyakit AI pada 2003 menyebabkan pasar ekspor daging ayam Indonesia terhenti.
“Sejak 4 tahun belakangan, penerapan sertifikat kompartemen bebas sertifikat veteriner oleh pemerintah berhasil membuka kembali keran ekspor,” jelas dia.
Berdasarkan data Kementan, saat ini produksi ayam ras pedaging nasional mengalami surplus dibandingkan dengan kebutuhan nasional.
Produksi ayam ras pada 2017 sebanyak 1.848.061 ton, sedangkan potensi produksi daging ayam ini pada 2018 sebanyak 3.382.311 ton. Proyeksi kebutuhan dalam negeri mencapai 3.051.276 ton sehingga surplus sebanyak 331.035 ton.
Adapun, untuk produksi telur ayam ras pada 2017 sebanyak 1.527.135 ton, sedangkan potensi produksi telur tahun 2018 meningkat pesat menjadi 2.562.342 ton.
“Proyeksi kebutuhan telur pada 2018 sebanyak 1.766.410 ton, sehingga surplus sebanyak 795.931 ton,” beber Ketut.
Menurut dia, melimpahnya produksi komoditas ini menjadi kesempatan emas untuk mendorong ekspor, tentu dengan jaminan kualitas dan kesehatan.
Ekspor telur ayam tetas ke Myanmar misalnya mulai dilakukan sejak tahun 2015. Tercatat hingga Oktober 2018 jumlah kumulatif yang sudah diekspor sebanyak 11.003.358 butir dengan nilai Rp 117,04 miliar.
“Sedangkan ekspor produk olahan daging ayam mulai dilakukan dari tahun 2016 hingga September 2018 sebanyak 118,81 ton dengan nilai 9,5 Miliar rupiah. Adapun negara tujuan ekspor yaitu Jepang, Australia, Hongkong, Timor Leste, Qatar, India, PNG, Saudi Arabia, Singapura dan Korea Selatan,” ujar Ketut.