Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Margin Bunga Bersih Tertekan, Perbankan Incar Pendapatan Non Bunga

Kompas.com - 29/10/2018, 08:38 WIB
Mutia Fauzia,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

BONTANG, KOMPAS.com - Margin bunga bersih (net interest margin) beberapa bank BUMN di Indonesia pada kuartal III 2018 ini cenderung turun jika dibandingkan dengan kuartal III 2017.

Dari beberapa bank yang telah mengeluarkan kinerja keuangan kuartal III 2018, penurunan terbesar dibukukan oleh BRI sebesar 40 basis points (bps) menjadi 7,61 persen.

Kemudian BNI yang juga mengalami penurunan NIM sebesar 21 bps menjadi 5,31 persen. Adapun BTN mencatatkan penurunan NIM sebesar 14 bps menjadi 4,35 persen, sedangkan Mandiri turun 12 bps menjadi 5,52 persen.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Suprajarto menjelaskan, turunnya NIM yang cukup tajam disebabkan kenaikan suku bunga suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang telah mencapai 150 bps menjadi 5,75 persen. Naiknya suku bunga BI turut menaikkan biaya bunga simpanan, namun kenaikan tersebut tidak serta merta diikuti oleh suku bunga kredit.

Baca juga: Ini Tantangan yang Dihadapi Industri Perbankan ke Depan

"Biaya bunga simpanan kan naik, tapi tidak diikuti secara otomatis suku bunga pinjaman. karena (penyaluran kredit) kan kita kecil-kecil, jadi nggak mungkin yang kecil-kecil kita naikin, NIMnya kan otomatis langsung ke geret ke bawah," ujar Suprajarto ketika ditemui Kompas.com di acara Rapat Koordinasi BUMN di Bontang, Minggu (28/10/2018).

Namun, meski cukup besar, Suprajarto menilai turunnya NIM masih cukup normal. Dia menjelaskan, hingga kuartal III ini BRI memang belum menaikkan suku bunga kreditnya. Namun pada bulan November mendatang pihaknya akan menaikkan bunga kredit hingga 0,5 persen.

"Belum naik kita, makanya NIMnya anjlok. Tapi November ini mau enggak mau harus. Paling 50 bps. Tapi itu UKM juga sudah teriak," jelas dia.

Senada dengan Suprajarto, dalam kesempatan yang sama Direktur Utama Mandiri Kartika Wirjoatmodjo dan Direktur Utama BTN Maryono pun mengatakan, naiknya biaya bunga yang tidak dibarengi dengan kenaikan bunga kredit mendorong NIM cenderung turun.

"Suku bunga BI itu kan naik, otomatis kita naikkan pricing bunga, sedangkan kredit kita belum menaikkan, sehingga antara pendapatan bunga dan biaya bunga itu lebih cepet kenaikan biaya bunga," jelas Maryono.

"NIM kan turun karena memang kita kan likuiditas ketat dan acuan BI meningkat," tambah Kartika.

Sebelumnya Senior Economist Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero mengingatkan bahwa turunnya pertumbuhan NIM masih akan menjadi tantangan di industri perbankan Indonesia. Meski hingga saat ini, NIM di Indonesia masih yang tertinggi di dunia.

"Karena NIM Indonesia 5,5 persen sementara Filipina 3 persen, dan Singapura 1,8 persen jadi kalau ini pasar terbuka 2020 maka derajat penyusutan NIM semakin besar di negara,” tutur Poltak.

Tingkatkan Fee Based Income

Suprajarto mengatakan, hingga kuartal IV NIM BRI masih akan turun. Sehingga, dirinya mulai menggeser sumber laba tidak lagi melalui marjin bunga bersih, tetapi dari pendapatan non bunga (fee based income/FBI). Adapun BRI tahun ini menargetkan pendapatan non bunga sebesar Rp 11,8 triliun, dan hingga September 2018 telah terealisasi Rp 8,5 triliun.

"Jadi memang justru yang kita dorong nanti bukan interest margin lagi, tapi fee base nanti, Makannya kita akan bikin platform-platform yang terkait dengan fee base, yang akan kita dorong terus," ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com