Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS EKONOMI

Fokus ke Petani, Akhiri Polemik Data Beras

Kompas.com - 31/10/2018, 10:02 WIB
M Latief

Editor

KOMPAS.com - Pekan lalu Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa produksi beras surplus 2,8 juta ton. Data terbaru BPS itu menggunakan metode kerangka sampel area (KSA) untuk melakukan penghitungan luas panen gabah kering giling (GKG).

Data tersebut kemudian dikonversi menjadi proyeksi produksi beras secara nasional dan menjadi penyempurnaan dari data BPS sebelumnya yang menggunakan metode "klasik" atau eyes estimated.

Toh, fakta telah menunjukkan bahwa sekalipun menggunakan metode baru KSA, terbukti produksi padi tahun ini masih lebih tinggi daripada kebutuhannya. Ini seperti yang pernah ditegaskan Wakil Presiden RI bahwa tahun ini tidak ada impor beras.

Ucapan Wapres RI kemudian diperkuat oleh pernyataan Kepala Dirut Perum Bulog bahwa stok beras aman sampai pertengahan tahun depan. Adanya pendapat sejumlah pihak yang masih berpikir perlunya impor dikhawatirkan dapat mendemotivasi petani padi.

"Jika petani tidak menanam, kita tidak makan," ujar Syukur Iwantoro, Sekjen Kementerian Pertanian, Selasa (30/10/2018).

Syukur menilai, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik, BPS merupakan satu-satunya lembaga yang diakui undang-undang sebagai referensi acuan data nasional. Karena itu, Kementan akan terus berpegang pada data yang dikeluarkan oleh BPS.

Kementan sendiri akan fokus pada dua misi utamanya, yaitu mewujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Menurut Syukur, Kementan memahami bahwa untuk mencapai kedaulatan pangan Indonesia menghadapi banyak tantangan.

"Untuk itu, saat ini kami selalu mendorong untuk berpikir out of the box, yakni bahwa setiap tantangan harus ditempatkan sebagai kesempatan yang justru menguntungkan kita dalam upaya meraih kedaulatan pangan," kata Syukur.

Sejak lama, salah satu persoalan yang membayangi sektor pertanian adalah konversi lahan pertanian. Di sejumlah sentra produksi pertanian, lahan produktif beralih fungsi menjadi lahan perumahan maupun industri. Tapi, menurut Syukur, kondisi tersebut tak sepantasnya membuat semua pihak berpangku tangan.

Salah satu upaya untuk mengantisipasi hal itu, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian merancang program Perluasan Areal Tanam Baru (PATB). Lewat program ini, Kementan tak lagi terpaku pada lahan sawah untuk meningkatkan luas areal tanam baru, baik sawah yang irigasi maupun nonirigasi, tapi juga memanfaatkan lahan rawa dan lahan kering yang jumlahnya diperkirakan 1,2 juta hektare.

Berdasarkan data Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), total lahan rawa yang berpotensi untuk dikembangkan mencapai 9,52 juta hektar. Lahan tersebut tersebar di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, serta Lampung.

"Pemanfaatan teknologi dan sinergi dari berbagai pihak perlu ditingkatkan sehingga rawa dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi pangan. Kami (Kementan) memberikan dukungan mekanisasi pertanian seperti eskavator dan melakukan pembangunan irigasi," kata Syukur.

Syukur menambahkan, penggunaan varietas adaptif lahan rawa juga dipercaya akan mendorong keberhasilan budidaya tanaman di lahan rawa. Varietas padi unggul yang adaptif terhadap genangan memungkinkan produktivitas padi di lahan rawa mencapai 6 hingga 9,5 ton per hektare.

"Selain itu, pemanfaatan lahan rawa bisa dilakukan dengan menjalin kerja sama antara pemerintah pusat, TNI, pemerintah daerah, dan masyarakat," ujarnya.

Kunci di tangan petani

Halaman:


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com