Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Start up Co-op, Koperasi Generasi Milenial

Kompas.com - 31/10/2018, 12:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Di situlah blue ocean bekerja sehingga Go-Jek pada prinsipnya adalah ojek sebagaimana kaprahnya. Namun, dengan mengubah rantai supply dan cara deliver-nya, pasar baru tercipta. Itulah bagaimana start up bekerja. Jadi, tak perlu menjadi benar-benar jenius untuk membangun start up, bukan?

Start up co-op

Menambahkan istilah co-op atau koperasi di belakang start up, mengisyaratkan bahwa start up tersebut dibangun berbasis perusahaan koperasi.

International Cooperative Alliance (ICA) atau induk organisasi koperasi dunia mendefinisikan koperasi sebagai kumpulan orang untuk mencukupi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya.

Caranya dengan membangun perusahaan yang dimiliki bersama dan dikendalikan secara demokratis. Itulah definisi yang berlaku di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Model start up co-op ini baru di Indonesia dan juga beberapa negara lain. Singkatnya, yakni sebuah koperasi yang menggunakan model bisnis non-konvensional.

Start up co-op, meski seringkali dibangun oleh generasi milenial, tetapi berbeda dari koperasi mahasiswa atau sering disebut kopma. Kopma ini banyak berdiri di berbagai kampus di Indonesia.

Koperasi Pemuda Indonesia (Kopindo) mencatat ada sekitar 150 buah kopma di Indonesia, baik di kampus swasta maupun negeri. Eksistensi kopma ini sudah ada sejak 1978 sebagai respons atas kebijakan Nasionalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) dulu kala.

Sebagai model, kopma sudah tentu out of date. Model bisnisnya cenderung tidak berkembang. Pada umumnya kopma mengusahakan toko, kantin, fotokopian dan aneka layanan mahasiswa lainnya.

Karena itu, kopma pun perlu untuk shifting menjadi start up co-op agar adaptif dan relevan di era abundance ini. Cetak biru kelembagaan dan model bisnisnya harus direkaya ulang sehingga match dengan gaya hidup "kidz jaman now". Bila tidak, akan ditinggal para jenius milenial.

Shifting to start up co-op

Ada empat pola yang bisa kita lihat dari shifting atau pergeseran itu. Pertama, para start up berbasis perseroan yang akan bergeser ke koperasi. Pada titik ini, isu kepemilikan yang tergerus akibat masuknya investasi dapat menjadi pemantiknya.

Dalam model co-op, kepemilikan tetap dilindungi meski start up menerima penyertaan modal dari investor. Yang perlu dilakukan cukup mengubah badan hukum dan tentu saja aturan main dari perseoran menjadi koperasi.

Simak kolom saya sebelumnya yang berjudul "Melindungi Kepemilikan Pendiri Start Up supaya Tak Terdepak".

Kedua, lahirnya gairah baru generasi milenial untuk berkoperasi. Mereka sebelumnya tak pernah membangun start up dan langsung membangun start up dengan model co-op.

Itu terjadi karena nilai-nilai koperasi, seperti demokrasi, kesetaraan, keadilan dan lainnya, selaras dengan gaya hidup yang mereka citakan.

Milenial merupakan generasi yang menolak bentuk feodalisme dalam politik dan juga, pada akhirnya, ekonomi. Bentuk koperasi lebih menjawab hal tersebut daripada perseoran di mana pemilik modal berkuasa penuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com