Hal itu selaras dengan kesadaran yang meningkat ihwal eksploitatifnya sistem kapitalisme. Tentu saja berbagai sebaran informasi, pengetahuan, berita, artikel berperan dalam peningkatan kesadaran tersebut.
Ketiga, komunitas-komunitas kreatif yang tumbuh subur di era ekonomi kreatif ini lebih merasa at home berada di rumah besar koperasi daripada perseroan.
Hal itu terjadi karena koperasi mengafirmasi dan mengamplifikasi fitur-fitur sosial-budaya suatu komunitas. Ini akan menjadi modalitas bagi suatu koperasi, dalam bentuknya bisa menjadi community co-op atau koperasi komunitas. Lagi-lagi, tinggal ubah model bisnisnya, jadilah koperasi start up.
Keempat, koperasi mahasiswa (kopma), koperasi siswa (kopsis), dan koperasi pemuda (kopeda) akan mulai bergeser ke model baru ini.
Sayangnya, saya menduga justru pada kelompok inilah pergeseran paling telat terjadi karena kelompok ini sudah mengalami inersia atau kelembaman.
Mereka adalah para incumbent yang meski telah melihat sinyal perubahan, namun sulit untuk keluar dari jebakan masa lalu. Ditambah berbagai kebijakan pembinaan oleh pemerintah yang membuat model itu membeku dalam penjara besi kelampauan (the past and the present box).
Empat pola pergeseran itu dapat kita saksikan pada tiga sampai lima tahun mendatang. Dengan regulasi dan ekosistem inovasi yang baik, trennya akan lebih cepat, massif dan eksplosif. Saya sebut epos ini sebagai momen lompat katak (leap frog) koperasi Tanah Air.
Koperasi Tanah Air lamban dalam merespons Revolusi Industri 4.0. Salah satu sebabnya adalah koperasi mengalami sindrom penuaan (aging syndrome). Generasi tua mendominasi, dan di sisi lain yang muda-muda emoh berkarier di koperasi.
Hal itu membuat masalah turunan yang kompleks, misalnya koperasi lamban mengadopsi teknologi informasi dan internet di saat 170 juta penduduk kita memakai telepon pintar.
Di saat industri perbankan mulai shifting ke arah platform based, koperasi masih asyik dengan layanan manual dan konvensional.
Hal itu bisa dikisahkan panjang-lebar, termasuk soal tata kelola yang tak modern, etos kerja, profesionalisme dan lain sebagainya.
Dalam potret yang tak terlalu asyik itu, generasi milenial akan masuk ke gerakan koperasi lewat pintu lain, yakni start up co-op.
Masuknya mereka akan menjadi energi baru dengan talenta-talenta kekinian yang dibutuhkan gerakan.
Perlahan namun pasti, mereka akan tune in dalam gelombang besar gerakan. Persamaan identitas akan menjadi enabler fitur solidaritas, kerja sama dan kolaborasi antar koperasi. Tentu untuk sampai ke sana butuh waktu.
Pada saat itu terjadi, gerakan koperasi Tanah Air yang dipenuhi dengan energi baru itu akan mengalami lompat katak.
Koperasi tidak perlu menunggu berpuluh tahun dan melalui kurva pembelajaran (learning curve) yang lama.
Energi-talenta baru itu akan memampatkan waktu dan prosesnya. Ya, seperti katak yang melompat.
Para koperasi incumbent tentu saja harus senang melihat gairah baru ini. Alih-alih memicingkan mata, melempar ragu dan sinisme, para incumbent perlu memberi kepercayaan dan dukungan bagi mereka untuk berproses.
Sampai titiknya, koperasi Tanah Air akan mengalami regenerasi, tepat di masa puncak bonus demografi. Mari kita tunggu!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.