Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Menata Ulang Sistem Angkutan Udara Nasional

Kompas.com - 06/11/2018, 20:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


TEPATKAH jika jaringan sistem transportasi udara lebih banyak dikuasai oleh pihak swasta? Apa potensi ancamannya?

Sebagai sebuah negara kepulauan yang besar dan luas, kebutuhan Indonesia akan transportasi udara adalah “conditio sine quanon”, mutlak. Tidak bisa dihindari.

Saat ini wilayah udara sudah dikategorikan sebagai sumber daya alam (SDA) yang sangat penting bagi sebuah negara.

Meski bentuknya tidak sama seperti halnya aneka tambang dan mineral, wilayah udara adalah sumber daya alam yang tak habis-habisnya diolah.

Oleh karena itu, sebagai sumber daya alam, wilayah udara Indonesia harus dikuasai oleh negara demi sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.

Namun, benarkah wilayah udara nasional Indonesia sudah sepenuhnya dikuasai oleh negara? Sekadar catatan samping, hingga kini masih ada wilayah udara nasional yang “belum” dikuasai negara.

Sistem angkutan udara

Salah satu bentuk pemanfaatan sumber daya udara adalah membangun sistem angkutan udara yang bertujuan memberi manfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan sistem angkutan udara sebagai jawaban dari kebutuhan yang sangat mendesak pada penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat sehari-hari. 

Penyelenggaraan angkutan udara nasional harus ditata sebagai bagian yang utuh dari sebuah proses pembangunan nasional. 

Maskapai penerbangan harus diselenggarakan oleh pemerintah sebagai salah satu agen pembangunan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. 

Itu sebabnya sejak dulu kita mengenal kehadiran maskapai penerbangan Garuda Indonesia, sang duta bangsa milik pemerintah yang berperan sebagai pembawa bendera yang bertugas menghubungkan kota-kota besar di Indonesia, juga di kawasan regional dan dunia.   

Selain Garuda, pemerintah juga pernah mendirikan Merpati Nusantara Airlines (MNA). Tugasnya berbeda dengan Garuda. MNA melayani rute penerbangan perintis menghubungkan kota-kota kecil dan terisolasi di segenap pelosok wilayah Nusantara. Sayang, MNA kalah bersaing dan bangkrut.

Menyelenggarakan sistem angkutan udara nasional memang kewajiban pemerintah sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Setelah itu, barulah pihak swasta diberi kesempatan terlibat.

Keterlibatan swasta sepenuhnya pasti bisnis. Luasnya wilayah Indonesia adalah potensi bisnis yang menggiurkan bagi penyelenggaraan angkutan udara.

Dikuasai swasta

Saat ini, adalah kenyataan bahwa penyelenggaraan angkutan udara antar pulau dan kota-kota di seluruh nusantara, termasuk di wilayah-wilayah terpencil, dikuasai oleh maskapai penerbangan swasta.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Puasa Itu Berhemat atau Boros?

Spend Smart
Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Kadin Proyeksi Perputaran Uang Saat Ramadhan-Lebaran 2024 Mencapai Rp 157,3 Triliun

Whats New
Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Kebutuhan Dalam Negeri Jadi Prioritas Komersialisasi Migas

Whats New
Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Ratusan Sapi Impor Asal Australia Mati Saat Menuju RI, Badan Karantina Duga gara-gara Penyakit Botulisme

Whats New
Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com