Di sisi lain, sebuah industri yang saya sebut dengan ekonomi digital sedang tumbuh pesat. Lima merk paling bernilai di dunia menurut Majalah Forbes pun diborong sektor ekonomi digital. Sebut saja Amazon, Apple, Microsoft, Facebook, dan Google.
Hal yang menarik perhatian, Amazon dan Apple memiliki kapitalisasi market masing-masing kurang lebih sama besarannya dengan GDP Indonesia. Bayangkan, suatu perusahaan memiliki nilai yang sama dengan Indonesia yang notabene adalah sebuah negara. Lebih lanjut lagi, tiga dari lima orang terkaya di dunia pun berasal dari industri ekonomi digital.
Tak hanya jadi penonton, ekonomi digital turut berkembang pesat di Indonesia. Menurut riset Google, AT Kearney & Amvesindo, pada 2017, ekonomi digital sudah menduduki posisi tiga investasi terbesar di Indonesia, setelah industri tambang, juga minyak dan gas.
Seiring melambatnya pertumbuhan kedua kategori lainnya, sepertinya tidak butuh waktu lama bagi industri ekonomi digital untuk duduk di posisi puncak.
Tengok saja bagaimana ojek daring merajai jalan raya setiap harinya. Sebuah online travel agency yang usianya belum mencapai 7 tahun pun sudah mencatatkan omset lebih besar dibanding usaha serupa yang sudah IPO dan beroperasi selama puluhan tahun.
Bayangkan, dalam hitungan kurang dari 10 tahun Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak sudah memiliki masing-masing lebih dari 2.000 karyawan dan masih terus mencari. Raksasa komunitas online Kaskus & GDP Labs mengklaim masih mencari 1.000 engineer.
Baca juga: Kenapa Unicorn Muncul di Indonesia?
Gojek bahkan harus berinvestasi di India untuk bisa mendapatkan talenta terbaik di bidang teknologi.
Di tempat berbeda, Menperin Airlangga Hartarto pernah mengklaim bahwa Indonesia butuh 17 juta talenta melek teknologi. Sementara itu, Prof Rhenald Kasali mengungkapkan bagaimana negara ini akan menghadapi ancaman pengangguran akibat automatisasi berbagai macam pekerjaan oleh mesin dan robot.
Sungguh sebuah situasi yang saling berkaitan. Kekurangan tenaga kerja di industri ekonomi digital bisa teratasi jika para calon mahasiswa punya wawasan tentang pekerjaan di sektor ini.
Andai saja data scientist, digital marketer, machine learning engineer, dan puluhan profesi lain di industri ekonomi digital sebagai opsi yang sejajar dengan dokter, pilot, dan insinyur. Terlebih profesi-profesi di industri ini mampu memenuhi check list pekerjaan ideal generasi muda sekarang yang didominasi milenial.
Ada unsur “keren”, mengutamakan kreativitas, serta fleksibilitas, dan penghasilan yang kompetitif. Jika saja bangku kuliah jurusan yang relevan dengan industri ekonomi digital terisi penuh dengan talenta dengan pemahaman pekerjaan yang sudah menunggu, maka masa depan pun terjamin.
Kampus pun akan menghasilkan lulusan berkualitas, dan permasalahan competitiveness bangsa teratasi, di samping ancaman meningkatnya angka pengangguran akibat automatisasi pekerjaan yang “diserobot” teknologi.
Semua permasalahan dan jawaban terkait hal ini tentu tidak bisa diselesaikan hanya dengan sibuk membicarakannya. Pun sekadar memformulasi kurikulum yang mengadopsi kualifikasi kemampuan industri ekonomi digital untuk tingkat perguruan tinggi bukanlah solusi jitu.
Semua harus dimulai dengan membuka mata, hati, dan pikiran anak-anak serta adik-adik kita tentang pilihan masa depan cerah yang menunggu di jalur ekonomi digital. Ada banyak profesi yang menjanjikan masa depan cerah di industri ekonomi digital, karena Indonesia dan dunia butuh tak hanya pilot, dokter, dan insinyur. (IUS)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.