Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudiyanto
Direktur Panin Asset Management

Direktur Panin Asset Management salah satu perusahaan Manajer Investasi pengelola reksa dana terkemuka di Indonesia.
Wakil Ketua I Perkumpulan Wakil Manajer Investasi Indonesia periode 2019 - 2022 dan Wakil Ketua II Asosiasi Manajer Investasi Indonesia Periode 2021 - 2023.
Asesor di Lembaga Sertifikasi Profesi Pasar Modal Indonesia (LSPPMI) untuk izin WMI dan WAPERD.
Penulis buku Reksa Dana dan Obligasi yang diterbitkan Gramedia Elexmedia.
Tulisan merupakan pendapat pribadi

Apakah Amerika Serikat Akan Mengalami Resesi di Tahun 2020?

Kompas.com - 12/11/2018, 11:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Pada November 2018 ini terdapat beberapa perkembangan indikator ekonomi yang cukup menggembirakan seperti kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar AS ke level 14.500an, harga minyak yang turun, dan kenaikan harga yang cukup signifikan terjadi pada harga saham, obligasi, dan reksa dana. Apa penyebabnya?

Ada analisis yang menyatakan bahwa ini hasil dari sentimen domestik seperti kebijakan yang dilakukan oleh BI dan pemerintah seperti penyediaan sarana hedging mata uang domestik (Non Delivery Forward Domestic/NDFD), kebijakan minyak sawit pada BBM yang dikenal B20, kenaikan suku bunga the Fed, pembatasan upaya spekulasi mata uang asing, data inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang baik, hingga valuasi saham dan obligasi yang sudah sangat menarik sehingga asing kembali masuk ke Indonesia.

Ada juga analisis yang menyatakan bahwa ini hasil dari sentimen eksternal seperti harga minyak yang turun cukup drastis sehingga berpotensi mengurangi beban defisit transaksi berjalan (current account deficit), hasil dari pemilu sela di Amerika Serikat dimana partai Demokrat menguasai kursi DPR sehingga diperkirakan kebijakan Presiden Donald Trump akan lebih mendapatkan kontrol dan pengawasan, hingga prediksi yang menyatakan Amerika Serikat akan mengalami resesi pada tahun 2020.

Pada kenyataannya sangat sulit untuk menentukan 1 faktor yang tunggal dan dominan yang menjelaskan suatu kondisi perekonomian. Yang lebih sering adalah gabungan dari beberapa faktor tersebut.

Baca juga: JP Morgan Prediksi 60 Persen Kemungkinan AS Resesi di Tahun 2020

Ada satu hal yang terus terang menarik perhatian saya, yaitu perihal prediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi pada tahun 2020. Mengapa prediksi ini bisa muncul di tengah data-data perekonomian AS yang membaik seperti tingkat inflasi rendah dan pertumbuhan ekonomi bahkan di atas target?

Secara umum resesi didefinisikan sebagai pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang negatif selama dua kuartal berturut-turut dalam satu tahun. Secara khusus National Bureau of Economic Research (NBER) suatu lembaga yang publikasinya dijadikan sebagai acuan pengambilan keputusan, definisi resesi adalah penurunan signifikan yang terjadi pada aktivitas ekonomi selama beberapa bulan, seperti pertumbuhan PDB, pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat produksi, dan penjualan.

Berdasarkan definisi dan data NBER di atas, sejak 1980 sampai 2018, Amerika Serikat tercatat mengalami 5 kali resesi yaitu pada periode :

  • Januari 1980–Juli 1980
  • Juli 1981–November 1982
  • Juli 1990–Maret 1991
  • Maret 2001–November 2001
  • Desember 2007–Juni 2009

Periode resesi digambarkan dalam area warna abu-abu dalam grafik di bawah.

Grafik periode resesi ASfred.stlouisfed.org Grafik periode resesi AS
Yang menarik dari grafik di atas, adalah NBER juga mengembangkan indikator untuk memprediksi periode resesi berikutnya dengan cara menggunakan selisih antara yield obligasi 10 tahun dengan yield obligasi 2 tahun di Amerika Serikat dalam grafik warna biru di atas.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, yield juga bisa dinyatakan sebagai besaran bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah Amerika Serikat jika menerbitkan surat utang.

Dalam kondisi normal, yield 10 tahun lebih besar dari 2 tahun sehingga selisihnya positif. Ibaratnya kalau meminjam uang, bunga untuk pinjaman yang jatuh temponya 2 tahun seharusnya lebih murah dibandingkan yang bunganya 10 tahun. Misalkan bunga untuk 2 tahun 8 persen, maka 10 tahun adalah 10 persen sehingga selisihnya positif 2 persen.

Jika melihat pada grafik di atas, terdapat kondisi-kondisi yang tidak normal, yakni ketika selisihnya mendekati nol atau bahkan negatif. Secara nalar, tentu sulit diterima dengan akal sehat dimana bunga untuk pinjaman 2 tahun sama atau lebih tinggi daripada bunga 10 tahun.

Namun pada kenyataannya hal itu terjadi. Dan jika melihat pada grafik di atas, ketika angka tersebut negatif atau mendekati 0 persen, pada tahun berikutnya terjadi resesi ekonomi.

Hingga Oktober 2018, angka selisihnya mencapai 0,29 persen dan diperkirakan pada tahun 2019 angka tersebut akan mendekati 0 persen atau bahkan negatif.

Baca juga: Meski Dikritik Trump, The Fed Tetap Akan Menaikkan Suku Bunga

Dengan mengacu pada data historis, maka diprediksikan bahwa Amerika Serikat akan mengalami resesi di tahun 2020.

Penyebab utamanya adalah kebijakan pemotongan pajak bagi korporasi yang diambil oleh Presiden Donald Trump dan kenaikan suku bunga the fed.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com