JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan sejumlah industri rokok dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Hal ini merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi ke-XVI.
Namun pemerintah membantah keputusan itu dilakukan untuk mengundang 100 persen investasi asing di industri rokok nasional. Kebijakan itu justru dilakukan untuk membantu industri kecil dan menengah (IKM).
"Terkait industri rokok, jumlah industrinya terus turun. Salah satu alasannya adalah industri kecil dan menengah ini tidak tumbuh apalagi yang baru, karena dia harus bermitra dengan yang besar," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (19/11/2018).
Airlangga melanjutkan, selama ini industri rokok berskala kecil dan menengah diwajibkan untuk bermitra dengan industri rokok yang sudah besar. Namun hal itu dinilai menghambat tumbuh kembang industri kecil dan menengah.
Oleh karena itu, untuk membantu industri rokok berskala kecil dan menengah, pemerintah mengeluarkan industri rokok dari DNI dan tidak lagi mewajibkan bermitra dengan industri besar.
"Jadi kalau itu harus bekerja sama dengan industri yang produksinya sudah di atas 50 miliar batang itu kan mengambat industri ini tidak bisa tumbuh," kata dia.
"Jadi alasan rekomendasi yang dulu dipersyaratkan bermitra dengan yang besar itu dicabut," sambung Airlangga.
Sebelumnya, Pemerintah merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi ke-XVI yang dirilis di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat (16/11/2018).
Sebanyak 54 bidang usaha di keluarkan dari DNI lantaran berbagai faktor mulai belum optimal atau sepi peminat hingga mempermudah perizinan. Dalam daftar 54 bidang usaha yang di keluarkan dari DNI, terdapat tiga bidang usaha yang terkait industri rokok yakni industri rokok kretek, industri rokok putih dan industri rokok lainnya.
"Ini optimalisasi DNI agar yang terbuka itu efektif. Kami juga mendorong investasi yang menciptakan barang ekspor, jasa ekspor dan menciptakan subsitusi impor," ujar Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Edy Putra Irawady dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (16/11/2018).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.