Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asosiasi UMKM Minta Penerapan Paket Kebijakan XVI Ditunda

Kompas.com - 23/11/2018, 18:42 WIB
Yoga Sukmana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun meminta pemerintah untuk menunda pelaksaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI, terutama yang terkait dengan relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI).

Paket Kebijakan Ekonomi XVI diluncurkan pemerintah pada pekan lalu. Khusus untuk DNI, rencananya kebijakan itu akan berlaku setelah revisi Perpres rampung pada 26 November 2018.

"Paket Kebijakan XVI yg baru khususnya terkait dengan UMKM baiknya ditunda penerapannya," ujarnya dalam pesan tertulis kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (22/11/2018).

Menurut dia, penundaan Paket Kebijakan Ekonomi XVI itu perlu dilakukan sampai adanya kejelasan terkait keberpihakan kepada pelaku UMKM.

Ikhsan mencontohkan industri pengupasan umbi-umbian yang di keluarkan dari DNI. Akumindo khawatir kebijakan itu membuka peluang asing masuk ke bidang usaha yang digeluti UMKM itu.

Selain sektor usaha industri pengupasan umbi-umbian, Akumindo juga menyoroti sektor lain yang ramai dibicarakan yakni usaha warung internet hingga usaha rajut renda.

Porsi penanaman modal asing yang di tingkatkan dari 64 persen pada 2016 menjadi 83 persen pada DNI 2018, atau naik 19 persen poin, membuat Akumindo khawatir.

"Jika investasi asing masuk pada sektor tersebut (UMKM) maka habislah usaha-usaha lokal tersebut dan hanya menjadi penonton," kata dia.

Menurut Ikhsan, masuknya investor asing mungjun bisa membuka banyak lapangan kerja, namun di sisi lain UMKM bisa tergilas.

Oleh karena itu Akumindo meminta pemerintah tidak menerapkan kebijakan itu di sektor UMKM, apalagi porsinya mencapai 100 persen.

"Pemerintah harus mengajak UMKM atau asosiasi yg menaungi UMKM untuk bermitra agar porsi usaha atau keberpihakan kepada UMKM tetap terjaga," kata dia.

Sebelumnya, Pemerintah mengeluarkan 54 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI) 2018. Namun, tak semuanya dimaksudkan untuk mengundang 100 persen investasi asing.

"Jadi tidak semua di keluarkan dari DNI untuk mengundang asing," ujar Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dalam konferensi pers, Jakarta, Senin (19/11/2018).

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan alasan dikeluarkannya 54 bidang usaha dari DNI. Alasan itu adalah mulai dari untuk mempermudah perizinannya hingga lantaran kurang peminat.

Ia menyebut, dari 54 bidang usaha tersebut, pemerintah baru memastikan 25 bidang usaha yang terbuka untuk 100 persen investasi asing. Namun, di sisi lain, penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga bisa 100 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com