Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berita Populer: Pesawat Terbang Baru Bisa Kecelakaan hingga Susi Jadi Koki

Kompas.com - 26/11/2018, 05:06 WIB
Erlangga Djumena

Editor

1. Mengapa Pesawat Terbang Baru Tetap Bisa Celaka?

Dalam kurun waktu 5 tahun dua pesawat terbang “sangat baru” dari keluarga jenis Boeing B-737 mengalami kecelakaan fatal. Lion Air JT-904 pada April 2013 masuk laut sesaat akan mendarat di Bali dan pada November 2018 Lion Air JT-610 tujuan Pangkal Pinang masuk laut 12 menit setelah take off dari Soekarno-Hatta International Airport.

Mengapa dan bagaimana bisa pesawat terbang modern produk baru tetap saja bisa mengalami kecelakaan yang fatal.

Pesawat terbang adalah merupakan produk dari sebuah teknologi mutakhir yang setiap saat mengalami banyak penyempurnaan dari waktu ke waktu. Pertanyaannya adalah sekali lagi tentang mengapa kecelakaan pesawat terbang, walaupun sudah banyak berkurang, akan tetapi tetap saja terjadi. Kecerobohan dan atau kelalaian yang sering dibungkus dengan terminologi keren berlabel “human error” memang sudah menjadi persepsi umum bagi sebagian besar faktor penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa setelah dilakukannya banyak sekali penyempurnaan dalam teknologi penerbangan kecelakaan tetap saja tidak bisa dihindari.

Baca selengkapnya: Mengapa Pesawat Terbang Baru Tetap Bisa Celaka?

2. Disrupsi Tak Hanya soal Ancaman, tapi Juga Peluang

Era teknologi yang mengubah gaya dan pola hidup masyarakat semakin merambah ke berbagai lini kehidupan. Hal tersebut tentu menyebabkan disrupsi dari berbagai hal yang sudah ada sebelumnya.

CEO Group of Media Kompas Gramedia Andy Budiman menyampaikan bahwa era disrupsi ini tak hanya soal ancaman, tetapi juga ada peluang yang menyertainya.

“Disrupsi ini tidak hanya threat, tapi juga opportunity. Karena ini terjadi di berbagai hal, oleh karenanya mesti siap,” ujar Andy dalam acara Disrupto 2018 di Jakarta, Sabtu (24/11/2018).

Oleh karenanya, transformasi perusahaan, baik internal maupun model dari berbagai model bisnis pun mesti diterapkan.

Baca selengkapnya: Disrupsi Tak Hanya soal Ancaman, tapi Juga Peluang

3. Ketika Menteri Susi Jadi Koki Dadakan...

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi koki dadakan saat peluncuran komunitas Seafood Lovers Millenials (SeaLovMi) di Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Minggu (25/11/2018).

SeaLovMi merupakan komunitas netizen pecinta kuliner ikan asli Indonesia. Dalam kegiatan ini, Susi memasak menu kakap pindang gunung. Dia mengaku sering memasak menu ini untuk disajikan bagi keluarganya.

"Saya sering masak kakap pindang gunung, karena saya kurang suka ikan yang digoreng," ujar Susi sambil menyiapkan bumbu masakan.

Susi tampak terampil menyiapkan bumbu untuk olahan hidangan tersebut. Dengan cekatan, menteri yang terkenal dengan slogan 'Tenggelamkan' ini mencampuri bumbu-bumbu ke dalam wajan yang telah disediakan.

Baca selengkapnya: Ketika Menteri Susi Jadi Koki Dadakan...

4. Memanfaatkan Kartu Kredit untuk Bisnis Online

Memiliki kartu kredit dan aktif menggunakannya, Anda tentu telah terbiasa dengan fasilitas keuangan yang satu ini dalam berbagai kebutuhan. Selama digunakan dengan cara yang benar, kartu kredit memang bisa memberikan banyak manfaat bagi penggunanya.

Ada banyak diskon dan promosi yang bisa Anda dapatkan dengan menggunakan kartu kredit. Sehingga pembelanjaan Anda semakin murah dan hemat.

Tidak hanya sekadar untuk berbelanja semata, Anda juga bisa memanfaatkannya untuk berbisnis online.

Anda mungkin bertanya-tanya, bagaimana mungkin kartu kredit digunakan untuk usaha online? Caranya mudah, yakni Anda sebagai ‘juru bayar’ yang menjual jasa pembayaran kepada orang-orang yang membutuhkan.

Baca selengkapnya: Memanfaatkan Kartu Kredit untuk Bisnis Online

5. Prabowo Sebut Rasio Pajak Masa Orde Baru hingga 16 Persen, Benarkah?

Calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto mengkritik tax ratio, atau rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto saat ini yang masih di bawah 11 persen.
Dia mengatakan, tax ratio Indonesia saat ini lebih rendah dibandingkan era Orde Baru yang bisa sebesar 14 persen-16 persen. Hal itu disampaikannya saat pidato di Indonesia Economic Forum di Shangrilla Hotel, Rabu, 21 November 2018.

Namun menurut Direktur Eksekutif Center of Indonesian Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, tax ratio era Orde Baru (kurun 1990-1998) dan sebelumnya, tak pernah lebih tinggi daripada tax ratio selama era Reformasi. Sebelum ke data, ada baiknya memahami lebih dulu tax ratio.

Yustinus membagi tax ratio dalam dua arti yakni arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, tax ratio adalah rasio penerimaan pajak yang hanya dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Baca selengkapnya: Prabowo Sebut Rasio Pajak Masa Orde Baru hingga 16 Persen, Benarkah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com