KOMPAS.com - Citra gemar delay dan tak aman belum juga hilang dari maskapai bertarif murah atau low cost carrier (LCC) di Indonesia. Meski berbagai hal diperbaiki, namun citra itu masih saja melekat.
Citra kian negatif setelah jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 pada akhir Oktober 2018 lalu.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memang belum menyampaikan kesimpulan atas kecelakan itu, namun semua mata menyorot tajam maskapai LCC.
Pengalaman delay panjang penerbangan salah satu maskapai LCC, Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta pada Februari 2015 silam belum hilang dari benak sebagian publik.
Saat itu, calon penumpang yang kecewa turun ke landasan pacu (runway) dan sempat menghadang pesawat Lion Air yang akan terbang.
Atas kejadian itu, Kementerian Perhubungan menghukum Lion Air tak boleh membuka rute baru. Lion Air juga diwajibkan menyusun ulang manajemen delay penerbangan.
Meski begitu beberapa kali kejadian delay parah masih terjadi. Pada 2017 lalu, Pilot Lion Air mogok dan mengakibatkan delay panjang.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, ribuan penerbangan maskapai LCC megalami delay selama 2017. Data itu bisa dilihat dari data On Time Performance dan OTP maskapai 2017.
Citilink memiliki OTP mencapai 88,33 persen. Dari total 84.808 penerbangan, 13.890 penerbangan di antaranya mengalami delay.
Indonesia AirAsia OTP-nya 75,94 persen. Dari 7.378 penerbangan, 1.775 penerbangan diantaranya mengalami delay.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.