Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengupas Citra Gemar Delay dan Tak Aman Maskapai Bertarif Murah

Kompas.com - 26/11/2018, 18:44 WIB
Yoga Sukmana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Citra gemar delay dan tak aman belum juga hilang dari maskapai bertarif murah atau low cost carrier (LCC) di Indonesia. Meski berbagai hal diperbaiki, namun citra itu masih saja melekat.

Citra kian negatif setelah jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 pada akhir Oktober 2018 lalu.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memang belum menyampaikan kesimpulan atas kecelakan itu, namun semua mata menyorot tajam maskapai LCC.

Citra Gemar Delay

Pengalaman delay panjang  penerbangan salah satu maskapai LCC, Lion Air di Bandara Soekarno-Hatta pada Februari 2015 silam belum hilang dari benak sebagian publik.

Saat itu, calon penumpang yang kecewa turun ke landasan pacu (runway) dan sempat menghadang pesawat Lion Air yang akan terbang.

Atas kejadian itu, Kementerian Perhubungan menghukum Lion Air tak boleh membuka rute baru. Lion Air juga diwajibkan menyusun ulang manajemen delay penerbangan.

Meski begitu beberapa kali kejadian delay parah masih terjadi. Pada 2017 lalu, Pilot Lion Air mogok dan mengakibatkan delay panjang.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, ribuan penerbangan maskapai LCC megalami delay selama 2017. Data itu bisa dilihat dari data On Time Performance dan OTP maskapai 2017.

Citilink memiliki OTP mencapai 88,33 persen. Dari total 84.808 penerbangan, 13.890 penerbangan di antaranya mengalami delay.

Indonesia AirAsia OTP-nya 75,94 persen. Dari 7.378 penerbangan, 1.775 penerbangan diantaranya mengalami delay.

Sementara itu Lion Air OTP-nya 71,32 persen. Dari total  196.932 penerbangan, sebanyak 56.473 penerbangan mengalami delay.

Adapun Wings Air memilik OTP 65,47 persen. Dari total 108.278 penerbangan, sebanyak 37.390 penerbangannya mengalami delay.

Meski citra gemar delay melekat, sejatinya hal itu tak disukai oleh maskapai LCC manapun. Sebab delay justru membuat maskapai LCC merugi.

"Kalau beranggapan LCC itu seneng delay, itu salah. Karena itu sangat merugikan bagi LCC," ujar pengamat penerbangan Gerry Soejatman pada acara diskusi di Jakarta, awal November 2018.

Bagi semua maskapai LCC, besarnya volume penumpang adalah hal penting. Sebab dari sanalah mereka mencari keuntungan dengan biaya penerbangan yang murah.

Oleh karena itu, untuk medapatkan volume penumpang yang besar, maka maskapai LCC akan berupaya untuk selalu membuat kondisi pesawat siap terbang.

Bila pesawat tak siap terbang dan penerbangan delay, maka waktu operasional pesawat terganggu. Padahal waktu operasional bagi maskapai LCC sangat penting.

"Maskapai yang bukan LCC mungkin terbang 8 jam sedangkan LCC bisa 12 jam sehari. Kalau mereka mau delay dibiarkan bandara bisa tutup, kalau tutup mereka harus ganti rugi penumpang, ongkkos lagi, rugilah mereka," kata Gerry.

Citra Tak Aman

Seperti dibahas di awal, jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-610 membuat seluruh mata menyorot tajam maskapai LCC.

Terlebih, pada akhir 2014 silam, pesawat AirAsia QZ-8501 juga jatuh di Selat Karimata yang menewaskan 155 penumpang pesawat tersebut. AirAsia merupakan salah satu maskapai LCC yang beroperasi di Indonesia.

Jauh ditarik ke 2007, pesawat maskapai LCC lainnya, Adam Air KI574, juga jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat.

Citra negatif tak aman pun sudah melekat di maskapai LCC. Padahal aspek keamaman dan keselamatan merupakan yang utama di bisnis maskapai.

Presiden Direktur Aviatory Indonesia Ziva Narendra mengatakan, ada empat hal yang berlaku di industri penerbanagan yakni safety, security, service, dan compliance terhadap regulasi.

Maskapai LCC tak bisa memangkas keempat aspek tersebut. Bila dilakukan maka dampaknya akan besar terhadap keamaman dan keselamatan penerbangan.

"Maskapai yang masih menggunakan model demikan maka ujungnya tumbang di Indonesia pernah ada dan di luar negeri pun ada," kata dia.

Sementara itu Gerry meyakini maskapai LCC tidak akan memangkas biaya perawatan pesawat sehingga mengabaikan aspek keselamatan.

Saat maskapai LCC muncul awal tahun 1970-an kata dia, banyak yang mencoba memangkas biaya maintenance atau training. Namun tak ada yang tersisa saat ini

"Itu mati semua yang mencoba memangkas itu semua. Sekarang maskapainya sudah tumbang. Adapun yang bertahan itu adalah mereka yang tahu betul bahwa kalau kita pangkas terlalu banyak, bisa berpengaruh ke safety," kata Gery.

Oleh karena itu di luar apsek harga dan pelayanan, aspek lain termasuk keselamatan antara maskapai LCC dan full service tak ada bedanya.

Dari sisi penerbangan, Ketua  Umum Ikatan Pilot Indonesia Capt. Pilot Rama Noya memastikan bahwa seluruh persiapan sebelum terbang antara pilot maskapai full service maupun LCC sama saja. Sebab standar yang dipakai merupakan standar yang sama.

Maskapai LCC sendiri memiliki berbagai cara agar tetap bisa untung meski menjual tiket dengan harga murah. Diantaranya menghemat pembelian pesawat dengan memborong pesanan, menerima paket perawatan pesawat dari pabrikan, hingga mengambil untung dari iklan di kabin dan sebagainya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Anak Usaha Kimia Farma Jadi Distributor Produk Cairan Infus Suryavena

Whats New
Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Cara Cek Formasi CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN

Whats New
Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Pertamina Patra Niaga Apresiasi Polisi Ungkap Kasus BBM Dicampur Air di SPBU

Whats New
HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

HMSP Tambah Kemitraan dengan Pengusaha Daerah di Karanganyar untuk Produksi SKT

Whats New
BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

BCA Finance Buka Lowongan Kerja untuk D3-S1 Semua Jurusan, Cek Syaratnya

Work Smart
Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Pemerintah Sebut Tarif Listrik Seharusnya Naik pada April hingga Juni 2024

Whats New
Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com