JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia mengumumkan uang rupiah pecahan tertentu akan tidak bisa ditukarkan setelah tanggal 31 Desember 2018 karena sebelumnya telah dinyatakan tidak berlaku.
Berita tersebut menjadi terpopuler sepanjang hari kemarin, Rabu (28/11/2018). Berita lainnya adalah mengenai cerita Boediono mengenai kegagalan IMF membantu menyelesaikan krisis di Indonesia.
Berikut berita-berita terpopuler di Ekonomi Kompas.com sepanjang hari kemarin:
Bank Indonesia (BI) masih menerima penukaran uang kertas berbagai pecahan tahun emisi 1998 dan 1999 hingga 30 Desember 2018 mendatang. Adapun uang kertas tersebut adalah pecahan Rp 10.000 tahun emisi 1998, Rp 20.000 tahun emisi 1998, Rp 50.000 tahun emisi 1999, dan Rp 100.000 tahun emisi 1999. Seperti diketahui, per 31 Desember 2008 lalu BI melakukan pencabutan dan penarikan uang kertas di atas. Selengkapnya baca di sini
Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana memprediksi pelanggan PLN yang memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di rumahnya bisa balik modal selama 12 tahun. Listrik dari surya atap yang masuk ke jaringan PLN (ekspor) dihargai sebesar 65 persen dari tarif listrik PLN. Selengkapnya baca di sini
Ekonom Faisal Basri menilai penguatan nilai tukar rupiah belakangan ini bukan karena upaya keras pemerintah, namun lebih karena gencarnya penarikan utang. Penarikan utang itu membuat aliran uang masuk ke Indonesia meningkat, permintaan rupiah meningkat sehingga dinilai turut memompa nilai tukar rupiah. Selengkapnya baca di sini
Saat menghadapi krisis moneter 1997-1998 lalu, Indonesia meminta pertolongan Dana Moneter Internasional ( IMF) tidak hanya berupa nasihat-nasihat kebijakan, namun juga suntikan dana. Mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono mengungkapkan, kala itu IMF salah memberi resep untuk kembali meningkatkan likuiditas keuangan Indonesia yang mengering tiba-tiba. Selengkapnya baca di sini
Lion Air meminta Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memberikan klarifikasi terkait informasi pesawat PK-LQP tidak layak terbang. Presiden Direktur Lion Air Grup Edward Sirait mengatakan, dalam pemberitaan yang muncul disebutkan bahwa pesawat PK-LQP saat menempuh rute dari Denpasar ke Jakarta 28 Oktober 2019 malam, atau sehari sebelum jatuhnya pesawat tersebut di perairan Karawang. Selengkapnya baca di sini
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.