Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kolaborasi untuk Wujudkan Indonesia Inklusif dan Ramah Disabilitas

Kompas.com - 03/12/2018, 09:04 WIB
Anissa DW,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia menorehkan prestasi luar biasa pada ajang Asian Para Games 2018 lalu. Kontingen Indonesia berhasil mengumpulkan 37 medali emas dari total 137 medali.

Salah satu atlet yang turut menyumbang medali emas adalah David Jacobs. Atlet kelahiran Ujung Pandang ini menjadi peraih medali emas pertama di cabang tenis meja untuk kontingen Indonesia.

Tidak disangka, sebelum berlaga di nomor penyandang disabilitas, David merupakan atlet tenis meja umum. Walaupun tangan kanannya memiliki keterbatasan fungsional sejak lahir, sejak awal terjun ke dunia tenis meja David selalu berlatih dan berkompetisi bersama atlet dengan fisik sempurna.

Namun, keterbatasan tersebut tidak pernah menjadi penghalang baginya. David bahkan pernah beberapa kali meraih medali di ajang SEA Games.

Prestasi yang dimiliki David tentunya tidak diraih secara instan. Kerja keras serta ketekunannya yang membuat David bisa meraih berbagai prestasi gemilang.

"Pelatih saya pernah berpesan bahwa saya harus latihan lebih keras dari mereka karena ketidakseimbangan yang saya miliki ketika bergerak. Itu yang membuat saya bisa bersaing dengan atlet normal pada saat itu," ucap David.

Pada 2009, David memutuskan pensiun dari dunia tenis meja umum karena usianya yang sudah memasuki kepala tiga.

Setelah itu, barulah David berkompetisi di nomor penyandang disabilitas sejak 2010. Saat itu, seorang teman mengajaknya untuk bergabung dengan National Paralympic Committee (NPC) dan kembali mewakili Indonesia di ajang tenis meja untuk penyandang disabilitas.

Kisah David menorehkan prestasi luar biasa di cabang olahraga tenis meja menjadi gambaran bahwa para penyandang disabilitas juga memiliki kemampuan yang sama dengan orang biasa. Bahkan kemampuan mereka bisa melampaui orang non-disabilitas.

Namun, ternyata belum semua disabilitas dapat bekerja dan mengembangkan potensi yang dimilikinya seperti David. Saat ini, masih banyak penyandang disabilitas yang kesulitan mendapat pekerjaan.

Padahal, kesamaan hak untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi penyandang disabilitas sudah diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Tingkat pemahaman masih rendah

Menurut pendiri Advocacy for Disability Inclusion (Audisi) Yustitia Arif, salah satu penyebabnya adalah masih terbatasnya pemahaman perusahaan tentang pekerja disabilitas. Masih banyak yang menganggap bahwa disabilitas itu hanya tuna daksa. Padahal ada disabilitas lainnya, seperti tuli dan tuna netra.

Banyak perusahaan juga belum paham tentang cara menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas. Yustitia mengungkapkan, masih ada perusahaan yang menganggap penyediaan akomodasi layak untuk difabel membutuhkan biaya yang mahal. Padahal hanya dibutuhkan penyesuaian saja.

Selain akomodasi, perusahaan juga perlu mengedukasi karyawan lainnya tentang berinteraksi dengan penyandang disabilitas. Menurut Yustitia, perusahaan perlu mengadakan pelatihan tentang kesetaraan disabilitas untuk semua karyawannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com