Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Profesor Unnes, Ubah Daun jadi Lukisan Bernilai Jutaan Rupiah

Kompas.com - 05/12/2018, 10:09 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com – Inovasi untuk menciptakan hal-hal baru dengan memanfaatkan limbah terus bermunculan. Di Kota Semarang, Jawa Tengah, sampah dedaunan mulai dimanfaatkan untuk membuat berbagai kerajinan kreatif.

Di tangan Profesor Amin Retnoningsih, sampah dedaunan disulap menjadi berbagai kerajinan tangan, hingga lukisan wajah. Satu harganya pun mencapai jutaan rupiah. 

Rasenndriya Kroya Tulang Daun, nama produk tersebut, atau dikenal tulang daun. Produk yang paling laku di pasaran adalah lukisan daun, dan itu menjadi salah satu usaha skala mikro kecil dan menengah yang terus berkembang. Bank Mandiri bahkan ikut memfasilitasi usaha ini agar berkembang lebih besar.

“Tulang Daun kini dijual sudah tersedia di blanja.com. Hampir tiap hari kami penuhi permintaan pasar baik untuk nasional dan internasional,” ujar Profesor Amin Retnoninsih, penggagas inovasi Tulang Daun, saat ditemui Kompas.com baru-baru ini.

Untuk membantu menciptakan tulang daun, Amin dibantu para tenaga pendidik di Universitas Negeri Semarang, dan para mahasiswa seni rupa. Amin sendiri merupakan salah satu guru besar di kampus tersebut.

Meski sudah bertitel guru besar, jiwa bisnisnya tidak mati. Ia tetap berwirausaha dengan menggawangi tulang daun, atau memanfaatan sampah daun yang berceceran di kampusnya menjadi kerajinan.

“Lukisan daun ini sudah dipasarkan di seluruh benua. Tulang daun ada yang menjadi suvenir, untuk kit di seminar internasional. Lukisan juga bisa buat hadiah ulang tahun suami, untuk wisuda dan sebagainya,” ucapnya.

Cara membuat tulang daun ini amat sederhana. Sampah daun telah dipilih kemudian direbus. Setiap daun yang direbus akan menghasilkan sebuah tulang daun.

“Perebusan harus dilakukan dengan panci bukan alumunium, dan menggunakan api ukuran kecil,” ujarnya.

Setelah direbus, kemudian daging daun dihilangkan dengan menyikat dengan kuas atau dibilas dengan air yang mengalir. Setelah tulang daun terlihat, barulah diberi pemutih, dan dilakukan perendaman.

Setelah itu, tulang daun ditiriskan di atas nampan, kertas koran. Tulang daun tidak perlu dikeringkan di bawah terik matahari.

“Setelah kering silahkan dicoba. Itu jadi seperti kain, tidak sobek, dan lebih kuat dibanding daun yang awal tadi,” ucapnya.

Tulang daun kemudian diberi pewarna batik alami. Tulang daun ramah lingkungan karena dapat menyerap warna. Setipa tulang daun akan membentuk polanya tersendiri.

Setelah jadi, tulang daun kemudian dilukis oleh mahasiswa seni rupa, hingga menjadi karya seni. Sejumlah tokoh tanah air pernah dilukis diatas tulang daun, seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani, Presiden Joko Widodo, dan para tokoh lain.

Lukisan daun biasanya kerap dipakai untuk cenderamata, baik di dalam kegiatan resmi atau kegiatan tak resmi.

“Tulang daun yang bagus dibuat lukisan, yang jelek buat bunga. Untuk melukis, kita ajak mahasiswa seni rupa. Jadi misal 1 lukisan kepala itu harganya Rp 450.000 hingga Rp 1 juta. Kalau lebih 1 wajah beda lagi,” ucapnya.

Amin menjelaskan, pemanfaatan limbah yang ada di sekitar rumah bisa menghasilkan uang jika dikelola dengan baik. 

“Banyak hal di sekitar kita yang sebetulnya bisa menjadi duit. Tulang daun ini sudah merambah di seluruh benua,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Ciptakan Ekosistem Perkebunan yang Kompetitif, Kementan Gelar Kegiatan Skena 

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Menteri ESDM Pastikan Harga BBM Tak Naik hingga Juni 2024

Whats New
Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Konflik Iran-Israel Menambah Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

Whats New
BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

Whats New
IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

Whats New
IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

Whats New
Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

Whats New
Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

Work Smart
Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

BrandzView
Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com