Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Lereng Sindoro Kirim Produk Pertanian ke Pasar Modern hingga Luar Negeri

Kompas.com - 05/12/2018, 13:37 WIB
Kontributor Semarang, Nazar Nurdin,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

 

SEMARANG, KOMPAS.com – Produk pertanian organik ternyata sangat dibutuhkan pasar. Hal itu menjadi berkah tersendiri bagi Pitoyo (51) dan kelompok tani organiknya.

Pitoyo bersama Kelompok Tani Tranggulasi, di Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang dengan pertanian organiknya sukses menembus pasar modern. Bahkan, produk pertanian organik di lereng Gunung Sindoro itu beberapa tahun lalu dikirim ke Malaysia dan Singapura.

Dalam sepekan, tiga kali kelompoknya mengirim produknya ke pasar modern. Ada 58 jenis produk yang dikirim rutin ke pasar modern di Jawa Tengah dan Yogyakarta ini.

“Ada 58 item yang dikirim, mulai dari sayur daun, umbi, sayur kacang, kubis, brokoli, buah, tomat sampai pare, wortel dan sebagainya. Itu kami rutin kirim tiga kali dalam seminggu,” ujar Pitoyo, saat ditemui Kompas.com di ladang perkebunannya, pekan ini.

Kelompok tani Tranggulasi, kata dia, kini tidak saja menjalankan pola menanam secara tumpangsari. Para petani juga mulai memahami pasar dari pertanian organik.

Baca juga: Harga Karet Jeblok, Jokowi Janji Pemerintah Beli dari Petani

Semula, pertanian organik banyak belum yang mengetahui, namun setelah ada yang pesan, itu kemudian berantai menjadi terkenal.

“Banyak buyer datang ke kami. Lalu lambat laun ada mitra lain yang pesan. Pada 2009 sampai 2015, kita kirim buncis Perancis, lalu sayur lain ke Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

Menurut dia, ekspor pertanian yang langsung dari kelompoknya baik ke pasar modern, maupun pasar ekspor sangat menguntungkan. Namun, sayangnya ekspor ke dua negara sahabat itu sempat terhenti sementara waktu ini.

“Pengiriman ke Singapura dilakukan lewat kargo di bandara. Hasil pertanian kami juga ada sertifikat organik, dan kami mendapat penghargaan Presiden karena orientasi ke pasar modern,” sebut Pitoyo.

Baca juga: Pasokan Sayuran Ibukota Dioptimalkan dari Bantaran Kanal Banjir Timur

Untuk dapat meraih pasar dunia, kualitas produk harus terjaga. Namun, bagi kelompok tani proses ekspor membutuhkan kecakapan terutama soal mata uang, sebab ketika mengirim produk, pihaknya harus menyediakan tiga jenis mata uang, yaitu dollar AS, rupiah dan ringgit.

"Biasanya ekspor dilakukan perusahaan besar. Tapi kami dari kelompok tani bisa langsung ekspor. Tapi untuk ekspor banyak risiko, misalnya ketika ada kerusakan tidak dibayar, padahal ketika pengiriman itu sudah bagus, dan itu tidak bisa ngecek langsung," ucapnya.

Namun di pasar modern, polanya berbeda. Kelompok tani diberi fasilitas untuk berjualan dengan sistem tarik ganti. Ketika produk pertanian tidak laku atau kadaluarsa, akan diganti dengan produk baru.

Petani organik di Getasan juga terbilang maju, karena sudah punya gudang tersendiri. Ketika ada pesanan masuk, pihak gudang akan menyediakan produk yang akan dikirim ke konsumen.

"Harga di pasar modern juga stabil. Jadi petani sangat diuntungkan," tandasnya.


Sempat ditipu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com