Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IESR Prediksi Pemanfaatan Energi Terbarukan Makin Suram Pada 2019

Kompas.com - 20/12/2018, 10:30 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Essential Service Reform (IESR) memaparkan hasil kajian mereka soal prospek energi terbarukan di 2019. Laporan tersebut memperkirakan prospek energi terbarukan tahun depan akan lebih suram, setidaknya hingga semester pertama.

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, ada beberapa faktor yang mrnghambat pengembangan energi di Indonesia. Salah satunya soal kualitas kebijakan soal energi yang tak terlihat dampaknya.

"Laporan ini memberikan peringatan keras bahwa pemerintah tidak berada di jalur untuk mencapai 23 persen target energi terbarukan sebagaimana ditetapkan dalam Kebijakan Energi Nasional 2014 dan 2017," ujar Fabby di Jakarta, Rabu (19/12/2018).

Fabby mengatakan, situasi telah memburuk dalam dua tahun terakhir karena kebijakan dan regulasi yang dianggap hanya menguntungkan Perusahaan Listrik Negara. Di sisi lain, kebijakan tersebut gagal menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk memobilisasi investasi sektor swasta.

"Akibatnya investasi energi terbarukan terus turun sejak 2015," kata Fabby.

Faktor penghambat lainnya adalah akses pembiayaan bunga rendah, kapasitas jaringan, dan terbatasnya proyek energi terbarukan yang bankable. Laporan IESR juga menyoroti mandeknya kapasitas terpasang baru dari pembangkit listrik energi terbarukan dalam tiga tahun terakhir.

Selain itu, kajian ini juga memperkirakan situasi di 2019 tak mungkin membaik. Alasannya, pertama, tahun depan sudah memasuki tahun Pemilu dan harga menjadi suatu hal yang sentral dalam kampanye. Kemungkinan besar pemerintah akan berusaha menjaga harga tetap rendah.

Fabby menyebutkan, belakangan Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan bahwa harga listrik tak akan naik hingga akhir 2019.

"Ini berarti bahwa pemerintah akan mempertahankan kebijakan status quo untuk melindungi bunga PLN dan tarif energi terbarukan ditetapkan leboh rendah untuk mensubsidi biaya pembangkitan listrik PLN yang lebih tinggi," kata Fabby.

Alasan kedua yakni tak ada kejelasan soal rencana merevisi peraturan soal energi terbatukan untuk mempercepat pengembangannya ke depan. Selain itu, di tahun politik, kemungkinan investor asing akan wait and see hasil pemilihan dan arah kebijakan pemerintah untuk sektor ini.

Laporan IESR juga memperkirakan proyek energi terbarukan seperti angin, panas bumi, matahari, dan biomassa akan stagnan pada 2019. Oleh karena itu, IESR mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengambil posisi tegas dalam pengembangan energi bersih di Indonesia.

Presiden juga diminta memberi panduan yang jelas kepada kementerian sektoral untuk mempercepat pengembangannya. IESR juga mendesak pemerintah membentuk Dana Energi Bersih Indonesia untuk mendukung pembiayaan energi terbarukan. Insentif fiskal juga perlu disiapkan untuk meningkatkan keekonomian proyek ini.

"Dengan rekomendasi ini diharapkan pengembangan energi bersih akan mendapatkan daya dorong yang lebih kuat selama berlangsungnya tahun politik," kata Fabby.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Harga Makanan Global Diperkirakan Turun, Konsumen Bakal Lega

Whats New
Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Laba Bersih Astra Agro Lestari Turun 38,8 Persen, Soroti Dampak El Nino

Whats New
Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Naik, Pemerintah Tetapkan Harga Acuan Batu Bara hingga Emas April 2024

Whats New
Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Alasan Mandala Finance Tak Bagi Dividen untuk Tahun Buku 2023

Whats New
Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Efek Panjang Pandemi, Laba Bersih Mandala Finance Turun 35,78 Persen

Whats New
Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Heboh soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta, Cek Ketentuannya

Whats New
KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

KB Bank Targetkan Penyelesaian Perbaikan Kualitas Aset Tahun Ini

Whats New
Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Astra Agro Lestari Sepakati Pembagian Dividen Rp 165 Per Saham

Whats New
Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Ditopang Pertumbuhan Kredit, Sektor Perbankan Diprediksi Semakin Moncer

Whats New
Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Survei: 69 Persen Perusahaan Indonesia Tak Rekrut Pegawai Baru untuk Hindari PHK

Work Smart
Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Heboh soal Kualifikasi Lowker KAI Dianggap Sulit, Berapa Potensi Gajinya?

Whats New
Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Tantangan Menuju Kesetaraan Gender di Perusahaan pada Era Kartini Masa Kini

Work Smart
Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Bantuan Pesantren dan Pendidikan Islam Kemenag Sudah Dibuka, Ini Daftarnya

Whats New
Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Tanggung Utang Proyek Kereta Cepat Whoosh, KAI Minta Bantuan Pemerintah

Whats New
Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Tiket Kereta Go Show adalah Apa? Ini Pengertian dan Cara Belinya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com