Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sahniati Rintis Usaha Anyaman Ketak Beromzet Rp 70 Juta Seminggu

Kompas.com - 21/12/2018, 12:00 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

LOMBOK, KOMPAS.com - Menjadi perempuan tangguh yang mampu mencukupi kebutuhan keluarga bukanlah hal mudah. Namun, bagi Sahniati, seorang pengusaha anyaman ketak di Desa Rarang Batas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat itu bukanlah hal mustahil.

Ia pun berhasil menjadi pengusaha anyaman ketak setelah melewati banyak rintangan.

Sejak menikah pada tahun 1988, ia telah bekerja serabutan dari menjadi penjual nasi bungkus di sekolah sekitar hingga pengepul anyaman ketak. Kendati demikian, ia mengaku pekerjaan itu tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya.

Bahkan, menurut Sahniati, ia pernah bekerja di Sumatera selama dua tahun untuk menambah pemasukan keuangan keluarganya.

"Pas baru nikah tahun 1988, saya hidupnya dari bawah. Saya juga kerja ke Sumatera dari tahun 1989 sampai 1991. Terus saya balik lagi ke rumah buat jualan nasi di sekolah. Jualannya itu pagi, kalau sore jadi pengepul kepak," kata Sahniati kepada Kompas.com di rumahnya di Desa Rarang Batas, Lombok Timur, Selasa (18/12/2018).

Baca juga: Keuangan Inklusif, BTPN Syariah Berdayakan Perempuan Keluarga Pra-Sejahtera

Hingga akhirnya, Sahniati memutuskan untuk mulai fokus pada usaha jualan nasi bungkus di sekolah sekitar rumahnya. Ia pun memberanikan diri untuk meminjam modal usaha pada PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk melalui program pemberdayaan nasabah perempuan.

Ia meminjam modal usaha pertama kali sebesar Rp 3 juta.

"Modal awal itu Rp 3 juta, terus pinjam lagi Rp 5 juta. Kalau modal awal itu untuk jualan makanan (nasi bungkus) di sekolah. Kalau modal kedua dipakai buat jualan ikan asin," kata Sahniati.

Lalu, Sahniati berpikir, usaha makanannya kurang menjanjikan. Ia tidak mampu mendapatkan laba yang cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mulai kembali fokus pada usaha anyaman ketak.

Sejak 2016, ia memutuskan untuk mendirikan sendiri usaha anyaman ketak. Ia mendapatkan pinjaman senilai Rp 15 juta dari BTPN Syariah.

"2016 sudah mulai kerajinan ketak. Kalau jualan makanan cuma dapat maksimal Rp 400 ribu, jadi tetap kurang. Makanya saya memutuskan untuk jualan (anyaman) ketak saja," kata Sahniati.

Baca juga: BTPN Syariah Siapkan Bankir Pemberdaya Dampingi Nasabah Perempuan

Walaupun bisnisnya tidak selalu berjalan mulus, Sahniati mengaku merasa terbantu dengan adanya pinjaman modal usaha dari BTPN Syariah. Ia mengaku bisa mencukup kebutuhan keluarganya bahkan membangun rumahnya karena usaha yang dibangunnnya bisa berkembang pesat.

Hingga saat ini, ia telah memasarkan hasil anyaman miliknya ke kota Mataram hingga Pulau Bali. Dalam seminggu ia mampu menjual anyaman dengan omset mencapai Rp 70 juta.

Harga satu anyaman berkisar Rp 75.000 hingga Rp 200.000 tergantung pada tingkat kesulitan anyamannya.

"Saya senang karena bisa dibantu BTPN Syariah. Saya sering mau nyerah kalau sudah rugi, tapi saya diberi semangat lagi sama mbak-mbak ini (community officer BTPN Syariah). Pas gempa Lombok itu kan juga turun. Biasanya seminggu bisa dapat Rp 70 juta, ini hanya dapat Rp 5 juta," ujar Sahniati.

Sahniati, pengusaha anyaman ketak di Desa Rarang Batas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Foto diambil Selasa (18/12/2018).KOMPAS.COM/ RINDI NURIS VELAROSDELA Sahniati, pengusaha anyaman ketak di Desa Rarang Batas, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Foto diambil Selasa (18/12/2018).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com