Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini yang Bisa Terjadi jika Kontrak Freeport Tak Diperpanjang hingga 2041

Kompas.com - 22/12/2018, 10:45 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita ,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberi perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia hingga 2041 melalui izin usaha pertambangan khusus setelah sebelumnya hanya berupa izin kontrak karya (KK).

IUPK ini resmi didapatkan setelah PT Inalum mengakuisisi 51 persen saham PTFI. 

Sebelumnya, PTFI melakukan eksplorasi dan penambangan berdasarkan kontrak karya dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 1967 dan diperbarui melalui KK tahun 1991 dengan masa operasi hingga 2021.

Terkait dengan masa operasi tersebut, Freeport McMoRan (FCX), pengendali PTFI, dan pemerintah memiliki interpretasi berbeda. PTFI memiliki pemahaman bahwa setelah KK berakhir pada 2021, mereka berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun hingga 2041. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 31-2 di KK.

Baca juga: Jadi Dirut Freeport, Ini yang Disiapkan Tony Wenas

Dikutip dari laporan Inalum, jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak sampai 2041, maka perbedaan interpretasi tersebut akan dibawa ke arbitrase internasional untuk diselesaikan. Tidak ada jaminan 100 persen bahwa pemerintah akan menang.

Proses panjang arbitrase akan menyebabkan ketidakpastian operasi, membahayakan kelangsungan tambang, serta ongkos sosial ekonomi, khususnya ke Kabupaten Timika dan Provinsi Papua, yang amat besar.

Sebagai gambaran, 90 persen kegiatan ekonomi 300.000 penduduk Mimika bergantung pada operasional PTFI. Akibat proses arbitrase, PTFI bisa saja mengurangi atau bahkan menghentikan kegiatannya di sana.

Jika pemerintah kalah di dalam arbitrase, selain diwajibkan membayar ganti rugi miliaran dollar AS ke Freeport, seluruh aset pemerintah di luar negeri dapat disita jika pemerintah tidak memberikan indikasi akan membayar ganti rugi tersebut.

Namun, jika diasumsikan Indonesia menang dalam arbitrase atau Freeport setuju mengakhiri perjanjian tanpa proses arbitrase, berdasarkan ketentuan KK, Indonesia pun tidak akan memperoleh tambang emas tersebut secara gratis.

Baca juga: Indonesia Resmi Kuasai 51 Persen, Saham Freeport McMoran Kian Turun

Merujuk pada KK pasal 22-2 (Termination Value), pada akhir masa kontrak, semua aset PTFI akan ditawarkan ke pemerintah minimal sama dengan harga pasar atau harga buku.

Bila pemerintah tidak berminat, maka aset tersebut bisa ditawarkan ke pasar. Pada tahun 2017, nilai buku aset PTFI berada di kisaran 6 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 87 triliun.

KK Freeport tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas di mana jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina.

Dalam peralihan ini, pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai miliaran dollar AS per tahun.

Keputusan melakukan divestasi saat ini dilakukan untuk memberi kepastian investasi bagi PTFI. Transisi dari penambangan terbuka ke penambangan bawah tanah membutuhkan investasi besar sekitar 5 miliar dollar AS hingga 2022.

Investasi ini berpotensi terhambat 5-10 tahun apabila terjadi proses arbitrase tanpa adanya kepastian perpanjangan izin operasi PTFI, termasuk terganggunya rencana pembangunan smelter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Jasa Marga: 109.445 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek Selama Libur Panjang Paskah 2024

Whats New
Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Survei Prudential: 68 Persen Warga RI Pertimbangkan Proteksi dari Risiko Kesehatan

Earn Smart
7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

7 Contoh Kebijakan Fiskal di Indonesia, dari Subsidi hingga Pajak

Whats New
'Regulatory Sandbox' Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

"Regulatory Sandbox" Jadi Ruang untuk Perkembangan Industri Kripto

Whats New
IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

IHSG Melemah 0,83 Persen dalam Sepekan, Kapitalisasi Pasar Susut

Whats New
Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Nasabah Bank DKI Bisa Tarik Tunai Tanpa Kartu di Seluruh ATM BRI

Whats New
Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Genjot Layanan Kesehatan, Grup Siloam Tingkatkan Digitalisasi

Whats New
Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Pelita Air Siapkan 273.000 Kursi Selama Periode Angkutan Lebaran 2024

Whats New
Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Puji Gebrakan Mentan Amran, Perpadi: Penambahan Alokasi Pupuk Prestasi Luar Biasa

Whats New
Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Pengertian Kebijakan Fiskal, Instrumen, Fungsi, Tujuan, dan Contohnya

Whats New
Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Ekspor CPO Naik 14,63 Persen pada Januari 2024, Tertinggi ke Uni Eropa

Whats New
Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

Tebar Sukacita di Bulan Ramadhan, Sido Muncul Beri Santunan untuk 1.000 Anak Yatim di Jakarta

BrandzView
Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Chandra Asri Bukukan Pendapatan Bersih 2,15 Miliar Dollar AS pada 2023

Whats New
Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Tinjau Panen Raya, Mentan Pastikan Pemerintah Kawal Stok Pangan Nasional

Whats New
Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Kenaikan Tarif Dinilai Jadi Pemicu Setoran Cukai Rokok Lesu

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com